Pages

Sunday, January 17, 2016

Air Tanah



Groundwater

Air di bumi ini mengulangi suatu sirkulasi yang terus-menerus yakni penguapan, persipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air yang ada di permukaan tanah, sungai, danau, dan laut selalu mengalir dan dapat berubah wujud menjadi uap air sebagai akibat pemanasan oleh sinar matahari dan tiupan angin yang kemudian menguap dan mengumpul membentuk awan. Pada tahap ini terjadi proses kondensasi yang kemudian turun sebagai titik-titik hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi.
Sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) dengan mengisi tanah/bebatuan dengan permukaan bumi yang kemudian disebut akuifer dangkal, dan sebagian lagi terus masuk ke dalam tanah untuk mengisi lapisan akuifer yang lebih dalam. Proses ini berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Lokasi pengisian (recharge area) dapat jauh dari lokasi pengambilan airnya (discharge area) yang akan keluar sedikir demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (groundwater runoff) limpasan air tanah. Sirkulasi antara air laut dan air darat yang berlangsung terus-menerus secara kontinu ini disebut siklus hidrologi (hydrologyc cycle) (Santi Susiloputri dan Savitri Nur Farida, 2009: h. 6–7).
Air meresap ke dalam tanah dan mengalir mengikuti gaya gravitasi bumi. Akibat adanya gaya adhesi butiran tanah pada zona tidak jenuh air, menyebabkan pori-pori tanah terisi air dan udara dalam jumlah yang berbeda-beda. Setelah hujan, air bergerak ke bawah melalui zona tidak jenuh air (zona aerasi). Sejumlah air beredar di dalam tanah dan ditahan oleh gaya-gaya kapiler pada pori-pori yang kecil atau tarikan molekuler di sekeliling partikel-partikel tanah. Bila kapasitas retensi dari tanah pada zona aerasi telah habis, air akan bergerak ke bawah ke dalam daerah di mana pori-pori  tanah atau batuan terisi air. Air di dalam zona jenuh air ini disebut air tanah.
Air tanah memerlukan energi untuk dapat bergerak mengalir melalui ruang antar-butir. Tenaga penggerak ini bersumber dari energi potensial. Energi potensial air tanah dicerminkan dari tinggi muka airnya (pizometric) pada tempat yang bersangkutan. Air tanah mengalir dari titik dengan energi potensial tinggi ke arah titik dengan energi potensial rendah. Antara titik-titik dengan energi potensial sama tidak terdapat pengaliran air tanah.
Air tanah dapat muncul ke permukaan secara alami, seperti mata air, maupun karena budi daya manusia, yaitu lewat sumur bor. Munculan air tanah ke permukaan karena budi daya manusia lewat sumur bor dapat dilakukan dengan menembus saluran tebal akuifer (fully penetrated) atau hanya menembus sebagian tebal akuifer (partially penetrated) (Santi Susiloputri dan Savitri Nur Farida, 2009: h. 10, 11, 12).
Dengan demikian, air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah dan terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah yang membentuk itu dan di dalam retak-retak dari bebatuan. Yang terdahulu disebut air lapisan dan yang kedua disebut air celah (fissure water). Keberadaan air tanah sangat tergantung besarnya curah hujan dan besarnya air yang dapat meresap ke dalam tanah. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi litologi (batuan) dan geologi setempat. Kondisi tanah yang berpasir lepas atau batuan yang permeabilitasnya tinggi akan mempermudah infiltrasi air hujan ke dalam formasi batuan. Dan sebaliknya, batuan dengan sementasi kuat dan kompak memiliki kemampuan untuk meresapkan air kecil. Dalam hal ini hampir semua curah hujan akan mengalir sebagai limpasan (runoff) dan terus ke laut. Faktor lainnya adalah perubahan lahan-lahan terbuka menjadi pemukiman dan industri serta penebangan hutan tanpa kontrol. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi infiltrasi terutama bila terjadi pada daerah resapan (recharge area) (Santi Susiloputri dan Savitri Nur Farida, 2009: h. 6).
Air tanah adalah istilah yang digunakan untuk menyebut seluruh air yang berada di bawah permukaan tanah. Hampir di mana pun di permukaan tanah di dunia ini lubang galian yang cukup dalamnya akan menghasilkan air, bahkan di Gurun Sahara yang menjadi simbol kekeringan absolut itu. Air tanah di padang pasir yang naik ke permukaan atau mendekati permukaan menghasilkan daerah subur di tengah samudera pasir. Itulah yang lazim disebut oasis. Air yang dapat dimanfaatkan sebagai air minum terdapat di dalam tanah – dalam jumlah tertentu, dalam bentuk tertentu, pada kedalaman tertentu – hampir di mana pun di bumi ini. Sesungguhnya, hampir seluruh persediaan air tawar di dunia – tiga juta kilometer kubik atau 97 persen lebih dari seluruh persediaan – terdapat dalam bumi.
Air yang berada di dalam tanah terus-menerus bergerak, dan sebagian besar naik dalam lapisan pengandung air – yang bertindak seperti pipa sumur yang tertutup – sampai timbul tekanan yang cukup untuk mengalirkannya ke permukaan dalam mata air atau anak sungai. Air juga bisa naik karena dipompa oleh tumbuh-tumbuhan atau manusia. Bagian terbesar, yang berjalan dengan tidak terlihat itu, menyediakan banyak sekali air yang dipakai untuk minum, mencuci dan pemrosesan dalam industri.
Pergerakan terus-menerus air itu mematuhi hukum umum fisika dan kimia. Gravitasi menarik air dari langit, menyeretnya ke bawah, hingga di permukaan tanah, menyebarkannya ke semua lapisan yang dapat ditembus dan mempengaruhi arah yang akan diambilnya selagi mengalir. Di mana pun curahan menyentuh bumi, sebagian pasti meresap. Air meresap ke bawah hingga terhalang batuan tak berpori pada kedalaman tertentu. Air juga menyebar mendatar sehingga menjenuhi bagian bumi yang luas. Semua lapisan di atas batuan dasar tak tertembus ini menyimpan air tanah.
Air yang meresap ke dalam tanah tersebut bisa jadi tidak segera kembali ke daur hidrologi selama berpuluh-puluh tahun, beratus-ratus tahun atau bahkan beribu-ribu tahun lamanya. Bumi menyimpan lebih dari 8,3 juta kilometer kubik air tanah di bawah permukaannya – 37 kali lebih banyak dari yang terdapat di permukaan tanah, dalam danau atau sungai. Cepat atau lambat, sepuluh tahun atau ribuan tahun kemudian, semua molekul air yang meresap ke dalam tanah akan masuk ke daur hidrologi tak berkesudahan itu. Jalur yang ditempuh bisa melalui mana saja, mata air, pipa pengeboran, menguap melalui tumbuhan atau manusia. Dan daur hidrologi pun berulang tak kenal henti. Inilah sebabnya air tanah sering disebut sebagai sumber daya air terbarukan (renewable).
Sesungguhnya air tanah merupakan sumber daya alam yang terbarukan bila keseimbangan pasokan dan pemanfaatannya terjaga dengan baik. Oleh karena itu air tanah harus dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, transparansi dan akuntabilitas. Karena itu, air tanah juga harus dikelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan. Semuanya demi menjamin tersedianya air tanah, yakni dengan memperhatikan tersedianya air tanah, yakni dengan memperhatikan pemanfaatan yang berkelanjutan. (Budi Mantoro, 2009).
Walaupun sumber daya air dapat diperbarui, ketersediaannya tetap terbatas, kuantitas dan kualitasnya tergantung pada terjaminnya keberlangsungan siklus hidrologi yang memadai (Emil Salim, 1993: 193). Lebih jauh, sekalipun air tanah merupakan sumber daya terbarukan, jika mengalami kemerosotan kuantitas dan kualitasnya khususnya di daerah lepasan (discharge area) yang jauh dari daerah imbuhan (recharge area), proses pemulihannya bisa memakan waktu sangat lama, bisa mencapai ratusan tahun, bahkan ribuan tahun (Sihwanto, 2004: 4).
Pemanfaatan yang terus meningkat dan berkelanjutan telah menimbulkan berbagai masalah yang perlu dihadapi serta diatasi secara terpadu. Sebagai sumber daya alam yang terbarukan (renewable natural resources), daya dukung sumber air yang penting perlu dikaji dan dipantau secara terus-menerus dan terencana. Adapun dampak pemanfaatan air yang masih terus mengandalkan air tanah secara berlebihan telah menimbulkan berbagai masalah terhadap kondisi air tanah maupun lingkungan sekitarnya seperti penurunan muka air tanah yang berlanjut dan perubahan mutu air tanah suatu daerah akibat penyusupan air laut/air asin serta dibarengi dengan penurunan muka air tanah (land subsidence)(Budi Tjahjadi, tt: 11).
Terakhir, air tanah terbentuk atau mengalir (baik secara horisontal maupun vertikal), dari titik /daerah imbuh (recharge), seketika itu juga pada saat hujan turun, hingga membutuhkan waktu harian, mingguan, bulanan, tahunan, puluhan tahun, ratusan tahun, bahkan ribuan tahun, tinggal di dalam akuifer sebelum muncul kembali secara alami di titik/daerah luah (discharge). Oleh sebab itu, kalau dibandingkan dalam kerangka waktu umur rata-rata manusia, air tanah sesungguhnya adalah salah satu sumberdaya alam yang “tak terbarukan”. Pemaknaan “tak terbarukan” ini pada intinya dimaksudkan agar penggunaan air tanah tidak dilakukan dengan cara tidak semena-mena. Tentu saja sifat alami air tanah tetap merupakan sumberdaya alam yang terbarukan, sehingga upaya-upaya konservasi tetap harus dijalankan untuk menjamin keberlanjutan kemanfaatan dan keterdapatan air tanah. (Soetrisno, 2002).
Pengelolaan air tanah yang lestari dan berkelanjutan memerlukan perhatian terhadap input air tanah yang harus lebih besar dari pemanfaatan air tanah. Imbuhan air tanah tergantung pada faktor iklim dan aspek penyusun bentuk lahan, sedangkan pemanfaatan air tanah tergantung pada aspek penyusunan satuan lahan dan peraturan masyarakat dan pemerintah.
Sumber gambar:

Bahan Bacaan
Budi Mantoro, Mengendalikan Pemakaian Air Tanah dengan Sumur Pantau, Warta Mineral, Batubara & Panas Bumi, edisi 3 April 2009.
Budi Tjahjadi, Sistem Pengelolaan Air Bawah Tanah, makalah, (tanpa tahun).
Emil Salim, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, Cet. Ke-6, LP3ES, Jakarta, 1993
Luna B. Leopod, Kenneth S. David dan para editor Pustaka Time-Life, Air, Tira Pustaka, Jakarta, 1983..
Santi Susiloputri dan Savitri Nur Farida, Pemanfaatan Air Tanah Untuk Memenuhi Irigasi Di Kabupaten Kudus Jawa Tengah, Laporan Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang, 2009.
Sihwanto, Konservasi Air Tanah Kabupaten Semarang, Direktorat Geologi Tata Lingkungan Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung, 2000.
Soetrisno, S. ASPEK HUKUM DAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR TANAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH, Makalah pegangan untuk Pelatihan Manajemen Air Bawah Tanah di Wilayah Perkotaan yang Berwawasan Lingkungan, Jurusan Geologi, Fakultas Teknik UGM – Bappeda Provinsi Bali, Yogyakarta 15 – 27 September 2002.
Suharjo, Drs., M.S., Absori, Prof., Dr., M.S., Agus Anggoro Sigit, S.Si., MSc., Munawar Cholil, Drs., M.Si., Model Pengelolaan Air Tanah Daerah Lereng Gunung Merapi Di Kabupaten Klaten  Jawa Tengah, Usulan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Oktober 2014.

No comments:

Post a Comment