Pecel adalah makanan yang terdiri atas sayuran, seperti
kacang panjang, bayam, taoge yang disiram dengan kuah sambal kacang dan
sebagainya. Demikian definisi pecel menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Mengapa
untuk soal pecel saja sampai perlu membuka kamus? Karena dahulu saya sering
membaca penyebutannya dalam bahasa Indonesia adalah pecal. Untunglah bahasa bakunya pecel, andaikan pecal maka saya akan tetap memilih
pecel. Persis saya bersikukuh (ini salah, menurut KBBI berkukuh) dengan kata cengkeh meski kata bakunya adalah
cengkih.
Jika pengertian pecel adalah makanan yang terdiri atas
sayuran, lalu bagaimana dengan pecel lele? Kalau mau googling, yakin saya pasti ada penjelasannya. Tapi biarlah saya tidak
tahu saja. Di samping karena saya hanya pengguna bahasa, bukan ahli bahasa yang
bahkan kata jancuk pun coba dicari apa akarnya, saya bukan penggemar pecel
lele. Saya juga bukan penikmat makanan kelas connoissuer yang memandang kuliner sebagai seni para dewa. Saya
cuma orang yang agak rewel soal pecel. Bagi saya pecel paling enak adalah Pecel
Madiun. Dan Pecel Madiun paling enak sedunia hanya ada di Madiun.
Pecel Madiun pincuk |
Tentu saja di mana-mana banyak pecel, termasuk di
Yogyakarta di mana saya menjalani hampir separuh hidup saya. Tinggal di
Yogyakarta sekian lama, saya tetap tidak bisa berdamai dengan selera masakan
warga asli Yogyakarta, serba manis. Tentu saja pecel di Yogyakarta lebih mirip
gula Jawa rasanya bagi saya. Di Solo pun begitu. Di Parakan, Temanggung, meski
tak semanis pecel Yogyakarta dan Solo, tetap saja pecelnya tak seenak pecel
Madiun karena Parakan adalah kota sego
gono bagi saya, di samping ndhas
borok. Sego gono paling enak di
dunia hanya ada di Parakan.
sego gono |
Ndas borok |
Bicara soal pecel saya ingat teman yang pernah buka
warung pecel prasmanan di mana para pembeli mengambil sendiri sayuran dan
sambal pecelnya. Bagi saya ide pecel swalayan ini ajaib. Tidak semua orang
mengerti takaran komposisi pas sayuran (misalnya berapa banyak kangkung, taoge
[thokolan menurut orang Solo dan Yogya, cambah
kata orang Parakan, capar kata orang
Ngawi], bunga turi, dan lain sebagainya). Saya lebih percaya pada keahlian
mbok-mbok bakul pecel dalam meracik komposisi sayuran untuk pecel. Yang lebih
tak bisa saya mengerti, sambal pecel di warung prasmanan itu kacangnya
diblender. Sesuatu yang sulit dimaafkan jika itu dilakukan bakul pecel di
Ngawi, misalnya.
Ngawi termasuk eks karesidenan Madiun, jadi rasa sambal
pecelnya tidak jauh-jauh amat dari rekan Madiunnya. Meski begitu, pecel Madiun
tetap tak terlawankan oleh pecel-pecel di kota-kota lain eks karesidenan
Madiun. Ini bahkan juga berlaku bagi pecel Madiun yang dijual jauh dari Madiun.
Saya pernah mencoba sekali makan pecel di sebuah warung pecel Madiun di
terminal Condong Catur. Dari warung itulah saya berkesimpulan bahwa pecel
Madiun hanya sangat enak di Madiun. Mengapa demikian?
Berikut penjelasan teman saya yang asli Trenggalek. Kata
dia jenis air yang dipakai untuk
membuat sambal pecel di Madiun jelas berbeda dengan air di daerah-daerah lain.
Air sangat berpengaruh pada rasa. Misalnya, teh apa pun tak akan enak jika
dibuat dan diminum di Jawa Timur Mataraman (meliputi eks karesiden Madiun dan
sekitarnya), sehingga masyarakat daerah itu lebih banyak mengonsumsi kopi
ketimbang teh. Selain air, daun jeruk dari pohon yang tumbuh di Madiun
memberikan aroma dan rasa tersendiri yang tidak bisa digantikan oleh daun jeruk
daerah lain. Begitu juga bumbu-bumbu dapur lainnya seperti kencur.
Itu baru dari segi bahan, belum lagi cara menumbuk
kacang. Saya rasa penjelasan teman saya itu sangat memuaskan dan mengukuhkan
keyakinan saya bahwa pecel paling enak sedunia adalah pecel Madiun, dan harus
disajikan serta dimakan di Madiun. Keyakinan yang bisa saja gugur sekiranya
saya kesampaian makan pecel di Stasiun Gambringan. Sayangnya stasiun-stasiun
kereta api sekarang sudah rapi dan tidak membolehkan pedagang asongan masuk.
Sumber gambar:
pecel Madiun
sego gono
Ndas borok
No comments:
Post a Comment