Pages

Tuesday, August 30, 2016

Organizational Change Development



suplemen jasa penyedia kutipan
OCD


Makalah berjudul Leading in Crisis: Leading Organizational Change & Business Development ini bermaksud meninjau dan menelaah literatur mutakhir dalam manajemen krisis organisasi. Di samping itu, ia juga mengevaluasi literatur tentang bagaimana memimpin perubahan organisasional dan menguraikan berbagai penjelasan dari literatur krisis manajemen tentang bagaimana memimpin perubahan dan bagaimana perubahan itu dikelola dalam organisasi. Memimpin dan mengelola perubahan bertumpu pada kemampuan para pemimpin untuk mempengaruhi para pengikut mereka untuk bertindak secara luar biasa. Hal itu juga bertumpu pada efektivitas kepemimpinan pada saat krisis berkenaan dengan penciptaan peluang-peluang yang akan memungkinkan para pegawai organisasi mewujudkan perubahan menjadi kenyataan. Manajemen krisis menghendaki kepemimpinan kuat yang mampu mendorong perkembangan bisnis, mewujudkan perubahan, dan dengan demikian membentuk ulang organisasi dalam kaitannya dengan bagaimana bisnis dijalankan dan bagaimana pandangan para pemangku kepentingan (stakeholders) tentang hal itu dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Makalah ini juga menyoroti bagaimana globalisasi mewujudkan perubahan dalam lingkungan bisnis dan dalam organisasi. Selain itu makalah ini juga menyoroti potensi-potensi yang ditawarkan krisis dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan bagi organisasi.

Pendahuluan
Artikel berjudul Leading in Crisis: Leading Organizational Change & Busineass Development oleh Dr. Evangelia Fragouli dan Bali Idapo dari University of Dundee yang dimuat dalam International Journal of Information, Business and Management, Vol. 7, No. 3, 2015, ISSN 2076-9202 ini menarik dan penting untuk ditelaah karena membahas tentang bagaimana memimpin dalam krisis guna mewujudkan perubahan organisasional dan perkembangan bisnis. Walaupun baru setelah krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 timbul kesadaran luas tentang pentingnya manajemen krisis dalam mewujudkan perubahan organisasi bagi kelangsungan hidup dan kesuksesan organisasi, sebetulnya berbagai krisis telah melanda sebelum itu di banyak tempat. Lepas dari krisis moneter yang berakibat terjadinya Gerakan Reformasi, Indonesia kembali dilanda krisis ekonomi pada tahun 2008. Dan pada saat ini masyarakat luas merasakan krisis karena perlambatan ekonomi. Dengan kata lain, krisis adalah sesuatu yang selalu ada dan harus dihadapi. Bukannya dipandang sebagai ancaman, dengan pemahaman yang baik tentang manajemen krisis dan perubahan organisasi, krisis justru bisa dipandang sebagai peluang bagi pertumbuhan bisnis dan mewujudkan organisasi yang lebih baik.

Tinjauan Umum Artikel
Saat ini, menurut Ramo (2009), kita sedang berada pada suatu awal yang mungkin saja merupakan perubahan paling intens dalam tatanan global selama ratusan tahun, yang sedang kita hadapi bukan hanya sebagai gerakan tunggal melainkan gempuran dahsyat perubahan tak henti-henti yang menciptakan gangguan luar biasa dan pemisahan. Selanjutnya Ayaz (tanpa tahun) menyatakan bahwa “organisasi-organisasi saat ini menghadapi tantangan globalisasi, pengetahuan berdasarkan kompetisi dan revolusi digital yang mengubah lingkungan bisnis.” Dunia saat ini berada dalam keadaan perubahan konstan, dan pertimbangan yang paling mendalam dicurahkan pada isu perkembangan berkelanjutan. Berbagai negara, organisasi dan masyarakat berusaha mengikuti perubahan cepat yang berlangsung, di samping menyesuaikan diri dengan tantangan-tantangan yang datang bersama perubahan-perubahan tersebut (Barbu dan Nastase, 2010). Barbu dan Nastase lebih jauh menggarisbawahi bahwa “lingkungan bisnis baru yang diciptakan oleh perubahan dicirikan oleh anarki, kendati demikian lingkungan baru tersebut menawarkan banyak sekali peluang bisnis dan juga sebagai konteks krisis.
Konteks krisis ini sangat signifikan karena krisis dapat menghalangi operasi, reputasi dan perkembangan sebuah organisasi. Menurut Friedman (2008) “krisis berskala dunia, dari sebuah krisis lingkungan global sampai hilangnya identitas nasional, berpengaruh pada organisasi.” Artinya, tak ada satu pun organisasi atau bisnis yang kebal dari pengaruh krisis. Akibatnya, manajemen krisis menjadi aspek penting dalam mengelola organisasi – tugas memimpin sebuah organisasi pada masa-masa krisis adalah ujian besar bagi karakter seorang pemimpin.
Di sini bisa disimpulkan bahwa perubahan dan krisis saling berkaitan dan kepemimpinan memainkan peran penting dalam manajemen krisis maupun perubahan. Krisis bisa dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari dan petunjuk perkembangan dalam sebuah organisasi, oleh sebab itu para pemimpin harus mengetahui bagaimana cara mempengaruhi dan mendorong perubahan dalam masa-masa krisis untuk melakukan perombakan dan penataan ulang organisasi mereka, beradaptasi lebih baik dengan krisis di depan mata dan, pada akhirnya, berkembang menjadi sebuah bisnis yang lebih berkelanjutan.

Manajemen Krisis Organisasional
Menurut Massey dan Larsen (2006) krisis adalah “sebuah peristiwa besar dan tidak terprediksi yang mengancam keselamatan organisasi dan para pemangku kepentingannya.” Lebih jauh Coombs (1999) menyatakan bahwa meskipun terjadinya sebuah krisis tidak bisa diprediksi, sebetulnya hal itu bukan tidak bisa diduga. Terdapat peningkatan dalam krisis yang dialami berbagai organisasi pada masa-masa belakangan ini, sebagian besar di antaranya bisa dikaitkan dengan berbagai macam faktor seperti tumpuan lebih banyak pada teknologi, industrialisasi dan meningkatnya perhatian media terhadap tindakan dan aktivitas organisasi (Seeger, et al 2012; Perrow, 1984; Ogrizek dan Guillery, 1999). Oleh karena itu, konsep manajemen krisis menyedot banyak sekali perhatian sejak akhir 1970-an (Barton, 1993; Coombs, 1995).

Definisi Manajemen Krisis
Menurut Pearson dan Clair (1998) “manajemen krisis adalah upaya sistematis untuk menghindari krisis organisasional atau untuk mengelola krisis yang terjadi tersebut.” Di samping itu, Perrow (1984) menegaskan bahwa krisis juga memiliki aspek-aspek administratif dan teknis seperti manajemen krisis yang menghendaki pelenyapan kegagalan teknologi dan juga mengembangkan metode-metode yang sesuai bagi komunikasi untuk mengelola atau menghindari situasi krisis (Barton, 2001).
Sejak awal 1980-an, ada dua kecenderungan utama yang mencirikan bidang manajemen krisis: “perencanaan dalam manajemen krisis dan analisis kemungkinan darurat organisasional selama sebuah krisis” (Lalonde, 2007). Literatur Analysing Organizational Contingencies (AOC) melibatkan hubungan banyak segi dan sering ruwet di antara aktor-aktor itu sendiri, di samping karakter dan pembawaan orang selama krisis. Kecenderungan ini menyoroti bahwa “konteks sosial lebih besar” harus dipertimbangkan dalam manajemen krisis, termasuk karakter struktur masyarakat (Dynes, 1970), kejadian-kejadian krisis yang sudah lalu (Pery & Nigg, 1985; Dynes, 1970), tingkat keterlibatan kehidupan sosial dalam populasi” (Echterling et al., 1988; Wolensky, 1983; Wenger, 1978 sebagaimana dikutip dalam Quarentelli, 1978), infrastruktir dan sumber daya lokal yang ada (Stallings & Schepart, 1987), lokasi, apakah di kawasan perkotaan atau semi perkoraan, pedesaan atau semi-pedesaan (Lalonde, 2004; Dynes, 1975), dinamika bantuan sosial (Drabek & McEntire, 2002; Kaniasty & Norris, 1995; Wright et al., 1990), metode-metode serangan (Denis, 1993, 2002) dan keberadaan oposisi apa pun sehubungan dengan dunia luar (Quarantelli & Dynes, 1976).
Di sisi lain, literatur Crisis Management Planning (CMP) mencakupi serangkaian pernyataan-pernyataan normatif yang diarahkan pada peningkatan efisiensi intervensi krisis. Berbagai penulis CMP menyoroti bahwa perencanaan darurat sangat diperlukan dalam manajemen krisis (Counts & Prowants, 1994; Lagadec, 1991; Denis, 2002; Sylves & Waugh, 1990), di samping tindakan-tindakan tersebut perlu didefinisikan secara relatif terhadap fase-fase yang berubah evolusi krisis, dimulai dengan identifikasi isyarat-isyarat peringatan hingga aktivitas-aktivitas sesudah krisis (Drabek & Hoetmer, 1991 sebagaimana dikutip dalam Simpson 1993).
Lebih jauh, para penulis menekankan perlunya mengembangkan sebuah filsafat keamanan internal (di dalam organisasi) dan di kalangan para pemangku kepentingan (Denis, 2002; Lagadec, 1990, 1991; Tazieff, 1988), dengan penakenan kuat diberikan pada perlunya melatih dan mengasah kepekaan para pemimpin berkenaan dengan peran kepemimpinan dalam krisis (Lagadec, 1991, 1996; Perry & Nigg, 1985; Kuban, 1995).

Konseptualisasi Kepemimpinan
Menurut Darling et al., (2002) “memimpin berarti memahami, mempengaruhi, dan membimbing dalam tujuan, arah, tindakan dan opini.” Menurut Heller (2002) “para pemimpin adalah orang-orang yang melakukan hal-hal yang tepat, dan para pemimpin yang efektif berkomunikasi dan mengoordinasi orang-orangnya dalam membimbing operasi organisasi.” Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kepemimpinan sangatlah penting bagi manajemen krisis yang efektif.
Menurut Graen dan Uhl-Bien (1995) terdapat sebuah konsensus mengenai konsep kepemimpinan dan bagaimana konsensus itu bisa dicapai. Sesungguhnya, ada banyak teori yang mengangkat aspek-aspek berbeda kepemimpinan; meski begitu hanya ada sedikit kohesi di antara teori-teori tersebut – akibat dari telaah yang tidak memadai tentang pendekatan-pendekatan kepemimpinan. Dalam sebuah upaya mengatasi kekaburan yang menyelimuti penelitian tentang kepemimpinan, Graen dan Uhl-Bien (1995) mengembangkan sebuah pendekatan Taksonomi bagi Kepemimpinan. Pendekatan Taksonomi Kepemimpinan oleh Graen dan Uhl-Bien (1995) ini melukiskan tiga gaya kepemimpinan yang didasarkan pada hubungan pemimpin dan pengikut. Pendekatan ini, bagaimanapun juga, dipertanyakan berdasarkan fakta bahwa ia menyediakan pemahaman parsial tentang konsep kepemimpinan karena mengabaikan informasi kunci yang fundamental sifatnya bagi pemahaman konsep tersebut. Pendekatan ini memunculkan pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan identifikasi perilaku-perilaku kepemimpinan spesifik dan manfaatnya dalam mencapai hasil-hasil spesifik.

Kepemimpinan dan Manajemen Krisis
Dalam organisasi apa pun, para pemimpin bertanggung jawab atas kesuksesan manajemen krisis maupun bahwa para pemangku kepentingan terkait dikelola. Heller (2012) menegaskan bahwa para pemimpin organisasi bertanggung jawab merancang paradigma perencanaan darurat yang menguntungkan para pemangku kepentingan maupun organisasi secara keseluruhan. Bennis dan Nanus (2003) menyatakan bahwa para pemimpin yang efektif harus memiliki pandangan yang berorientasi visi. Dalam kata-kata Heller (2012), para pemimpin perlu memperlihatkan sebuah pemahaman yang tinggi atas kemungkinan-kemungkinan darurat dan juga melaksanakan tanggung jawab mereka sebaik mungkin, terutama pada saat krisis. Dia juga menjelaskan bahwa pada masa-masa seperti itu, para pemimpin yang sukses harus menyibukkan diri dengan keunggulan organisasi mereka dan memandang lebih jauh dari “bagaimana bekerjanya seluk-beluk kinerja operasional, dan menyertakan parameter perencanaan dan tindakan, pelaksanaan segala sesuatunya dengan benar, terutama yang berkaitan dengan keterlibatan penting seluruh pemangku kepentingan dalam organisasi dalam rangka mengatasi sebuah situasi krisis” (Heller, 2012).
Guna mengembangkan solusi efektif bagi situasi krisis, para pemimpin juga perlu membuka diri dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk mendengarkan opini mereka. Ide ini sejalan dengan manajemen krisis yang efektif dalam sebuah latar organisasi – penting untuk diperhatikan bahwa pada masa-masa krisis organisasional, para pemimpin yang efektif menyediakan sebuah platform bagi interaksi dengan semua orang yang terlibat (Heller, 2012). Menurut Wilkinson (2003) platform semacam itu memberi para bawahan perasaan dihargai maupun meningkatkan tingkat komitmen dan motivasi untuk mencapai tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan. Penting juga untuk diingat bahwa sebuah situasi krisis menghendaki para pemimpin yang tidak hanya mengandalkan kepatuhan bawahan dan hierarki tetapi juga berminat dalam menerapkan dan mengembangkan strategi-strategi kepemimpinan yang bermakna dan dengan demikian bisa mengaktualisasi manajemen krisis yang efektif bagi organisasi.
Salah satu faktor utama yang membedakan organisasi-organisasi yang sukses itu setelah krisis terjadi, dari organisasi-organisasi yang tidak berhasil, adalah kepemimpinan yang ditunjukkan selama krisis dan proses manajemen krisis (James dan Wooten, 2005). Sering kali ini cara krisis ditangani, dan bukan kejadian krisis itu sendiri yang memiliki konsekuensi paling signifikan (positif dan negatif) bagi sebuah organisasi. Tugas memimpin sebuah organisasi pada masa krisis, entah Anda CEO sebuah organisasi beasr atau manajer prakarsa organisasional tak terencana yang menjadi pelopor, ad tugas yang sulit.
Lebih jauh, aktivitas-aktivitas komunikasi dan PR memang diperlukan tetapi bukan merupakan pendekatan yang memadai dalam memimpin sebuah organisasi mengarungi krisis. Kepemimpinan krisis membutuhkan lebih dari pengelolaan komunikasi korporat dan hubungan masyarakat (PR). Sesungguhnya, para pemimpin terbaik dalam krisis adalah mereka yang membangun fondasi kepercayaan bukan saja dalam organisasi mereka, tetapi juga menjangkau seluruh sistem organisasi. Para pemimpin itu menggunakan fondasi tersebut untuk menyiapkan organisasi mereka dalam menyongsong masa-masa sulit – membatasi krisis ketika terjadi dan memanfaatkan situasi krisis sebagai sarana menciptakan peluang dan akhirnya sebuah organisasi yang lebih baik (James dan Wooten, 2005).

Manajemen Perubahan Organisasional
Di sebagian besar organisasi, krisis biasanya dipandang sebagai ancaman, meski begitu para pemimpin organisasi yang efektif bisa melihat situasi krisis sebagai kesempatan untuk mengembangkan sebuah organisasi dan mewujudkan perubahan organisasional dalam organisasi maupun di kalangan para pemangku kepentingannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Barbu dan Nastase (2010), perubahan menciptakan sebuah lingkungan kompleks yang menuntut para pemimpin modern menangani banyak peluang dan ancaman dengan lebih baik dan lebih cepat.
Manajemen perubahan adalah sebuah topik yang banyak dibahas sehubungan dengan manajemen dan efektivitas organisasional. Bernard dan Stoll (2011) menegaskan bahwa salah satu tanggung jawab paling krusial dan menantang yang dihadapi manajemen adalah mengenali pentingnya perubahan berskala organisasi, dan memimpin perubahan dalam organisasi semacam itu. Menurut Burke dan Trahant (2000) memahami arti penting perubahan organisasional semacam itu menjadi semakin signifikan seiring tahun-tahun berjalan karena organisasi-organisasi kini sedang menempuh masa perubahan dahsyat sebagai akibat globalisasi, di samping pengaruh mengacaukan teknologi-teknologi baru dan kemunculan e-business. Burke dan Trahant juga menyoroti deregulasi, instabilitas politik, kemunculan ekonomi-ekonomi baru di Lingkar Pasifik, dan ledakan jumlah penemuan ilmiah baru sebagai faktor yang turut menyebabkan turbulensi pasar dan “pergeseran-pergeseran fase yang kacau” dalam bisnis, yang bisa menimbukan krisis dalam organisasi yang harus ditangani para pemimpin organisasi.
Fokus utama literatur tentang manajemen perubahan dalam kurun waktu belakangan ini terletak pada sektor swasta dan, yang lebih penting, orang-orang yang berupaya memimpin perubahan berskala organisasi dalam berbagai organisasi (Kickert 2010; Branch, 2002). Tujuan perubahan organisasional adalah menciptakan kemajuan cepay dalam nilai ekonomi, sementara pada saat yang bersamaan membentuk sebuah organisasi yang orang-orangnya, budaya, struktur, dan prosesnya dirancang sejalan dengan lingkungan dan misi yang ada, dan ditempatkan agr perubahan yang mendesak menjadi diperlukan (Beer dan Nohria, 2000). Beckhard dan Harris (1987); Burke dan Trahant (2000); Bridges (1995) menyoroti dua tahap perubahan: “(1) fundamental atau transformasional, yang berfokus pada isu-isu “gambar besar” seperti kepemimpinan, strategi, misi, budaya, lingkungan eksternal); dan (2) transisional atau transaksional yang terpusat pada isu-isu operasional seperti sistem, praktek-praktek manajemen, strukur, kebutuhan, motivasi, kesesuian pekerjaan dan iklim unit kerja.”
   Greiner (1998), Goleman (2000), Christensen dan Overdorf (2000). Adizes (1999), Enriquez dan Goldberg (2000) dan Lawler et al. (2001) membahas empat komponen utama manajemen perubahan: kerangka teoretis dan model-model yang menunjukkan dan menuntun para pegawai organisasi dan filsafat para sarjana tentang perubahan organisasi, unsur-unsur signifikan bagi manajemen perubahan yang efektif, pendekatan dan peralatan, dan hasil serta konsekuensi proses perubahan manajemen. Sebuah titik fundamental yang tercermin dalam literatur mereka adalah kepemimpinan itu sangat vital dalam perubahan organisasional, dan manajemen serta para pemimpin harus merajut perlengkapan dan keterampilan mereka agar memenuhi persyaratan spesifik dalam mewujudkan perubahan organisasional.
Di era global saat ini, tren bisnis berubah dengan cepat; permintaan para konsumen mengalami peningkatan dan saat ini, lebih dari yang sudah-sudah, peran kepemimpinan sangat krusial bagi perkembangan organisasi (Abbas dan Asghar, 2010). Agar organisasi bisa berkembang dan maju, diperlukan para pemimpin yang sangat terampil dalam memperkirakan sebelum perubahan-perubahan yang akan terjadi, mendapatkan komitmen dari para pegawai dan juga menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif bagi para pegawai untuk memahami dan mengadopsi perubahan-perubahan yang datang (Abbad dan Asghar, 2010).
Oleh karena itu sangat penting bagi organisasi untuk memiliki pemimpin yang memiliki pandangan ke depan dan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dalam lingkungan bisnisnya, dalam rangka mengembangkan bisnis. Bass (1990) dan Burke dan Cooper (2004) menyatakan bahwa hal tersebut fundamental sifatnya bagi efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi.
Sampai di sini bisa disimpulkan bahwa manajemen krisis sudah menjadi sebuah aspek krusial perkembangan dan kesuksesan bisnis khususnya di dunia masa kini, yang menjadi sangat dinamis dan lebih mudah dipengaruhi krisis sebagai akibat globalisasi. Kepemimpinan memainkan peran utama dalam manajemen krisis dan manajemen perubahan. Pada masa krisis, dibutuhkan adanya para pemimpin organisasi yang bisa dirasakan kehadirannya di dalam dan di luar organisasi mereka, karena hal ini menawarkan semacam stabilitas bagi situasi dan organisasi. Di samping itu, pada masa krisis menjadi hal yang sangat mendasar bagi para pemimpin untuk berkomunikasi dengan para pegawai organisasi dan para pemangku kepentingan mengenai situasi yang ada. Selain itu, situasi krisis mensyaratkan adanya para pemimpin yang tidak mengikuti norma dan mampu merumuskan strategi-strategi untuk mengelola krisis dan memanfaatkan krisis semacam itu untuk mewujudkan perubahan dan menumbuhkan organisasi – perubahan organisasi yang sukses menghendaki sebuah gaya kepemimpinan dan keterlibatan efektif partisipasi para pemangku kepentingan dan pegawai.
Penting bagi para pemimpin untuk memiliki sebuah visi yang jelas tentang perubahan yang diperlukan dan membagi visi itu dengan para pegawai karena untuk mewujudkan perubahan para pemimpin harus memahami bahwa mereka juga harus mengelola budaya organisasi.

Telaah atas artikel Leading in Crisis: Leading Organizational Change & Business Development
Abtsraksi arikel ini cukup jelas tetapi tidak memenuhi persyaratan lazim abstraksi artikel ilmiah yaitu Introduction, Methods, Result, Discussion. Abstraksi artikel ini justru berisi tujuan artikel yaitu meninjau dan menelaah literatur mutakhir dalam manajemen krisis organisasi, di samping mengevaluasi literatur tentang memimpin perubahan organisasional dan menguraikan berbagai penjelasan dari literatur krisis manajemen tentang bagaimana memimpin perubahan dan bagaimana perubahan itu dikelola dalam organisasi. Bukan hanya tidak menyebutkan metode penelitian yang digunakan, abstraksi artikel ini juga tidak menyinggung hasil dari usulan yang disampaikan seperti bagaimana memimpin dan mengelola perubahan yang bertumpu pada kemampuan para pemimpin untuk mempengaruhi para pengikut mereka untuk bertindak secara luar biasa. Kendati demikian abstraksi yang singkat itu memberikan kesimpulan yang jelas bahwa manajemen krisis menghendaki kepemimpinan kuat yang mampu mendorong perkembangan bisnis, mewujudkan perubahan, dan dengan demikian membentuk ulang organisasi sehubungan dengan bagaimana bisnis dijalankan dan bagaimana pandangan para pemangku kepentingan (stakeholders) tentang hal itu dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam abstraksi juga disebutkan bahwa artikel ini juga menyoroti bagaimana globalisasi mewujudkan perubahan dalam lingkungan bisnis dan dalam organisasi. Selain itu makalah ini juga menyoroti potensi-potensi yang ditawarkan krisis dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan bagi organisasi.
Artikel yang ditulis oleh Dr. Evangelia Fragouli dan Bali Idapo ini adalah tulisan yang berisi kajian terhadap literatur tentang manajemen perubahan organisasi, kepemimpinan yang diperlukan dalam situasi krisis agar sukses dalam mewujudkan perubahan organisasi dan menghasilkan bisnis yang lebih baik, dengan demikian artikel ini adalah artikel teoretis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini tidak disebutkan secara jelas sebagaimana sudah disebutkan di atas, tetapi bisa dikatakan bahwa seperti lazimnya tulisan teroretis tulisan ini adalah analisis atas berbagai pemikiran yang dituangkan para ahli manajemen krisis dan perubahan organisasional. Sebagai tulisan teoretis, artikel ini lebih banyak menekankan definisi dan konseptualisasi pengetian seperti kepemimpinan, kepemimpinan transisional atau transaksional, kepemimpinan karismatik, sehingga artikel ini memiliki kelemahan tidak menyediakan langkah-langkah terperinci yang konkret bagaimana mewujudkan perubahan organisasi dan kaitannya dengan perubahan perilaku pihak-pihak yang berkepentingan. Walaupun hal ini bisa dimaklumi untuk sebuah artikel teoretis, akan lebih baik sekiranya disebutkan contoh kasus tentang kesuksesan dari langkah-langkah usulan yang diterapkan.
Artikel ini tampaknya masih memerlukan uraian lebih jauh karena ia hanya membahas pentingnya kepemimpinan dalam menghadapi situasi krisis yang kini sudah menjadi kelaziman dalam sebuah dunia yang mengalami globalisasi. Di luar itu, artikel ini cukup memadai dengan berbagai definisi tentang kepemimpinan, perubahan, globalisasi, dan krisis.