Pages

Tuesday, April 12, 2016

Mengkhawatirkan



“Ibu itu mengkhawatirkan anaknya. Kata mengkhawatirkan ini tidak jelas. Dalam kalimat tadi ia memerlukan objek. Tetapi tidak dalam kalimat ‘Keadaan anaknya mengkhawatirkan.’”
Kurang lebihnya seperti itulah tulisan seorang redaktur bahasa yang saya baca pada awal tahun 2000-an. Saya selalu kagum dengan ketelatenan para penjaga bahasa yang mau bersusah payah mengurusi hal-hal yang oleh kebanyakan orang dianggap sepele. Luar biasa! Sampai satu artikel bahkan sekadar untuk membahas kata “mengkhawatirkan”.
Seiring waktu berlalu kekaguman saya kepada para pegiat bahasa semacam itu luntur hingga hilang sama sekali. Mungkin karena saya cuma pengguna yang sering kesal dengan kecentilah “demi menghemat h maka perzinahan ditulis perzinaan”. Ya kalau alasannya menghemat h (kayak menulis huruf h itu mengeluarkan energi sebesar berjalan kaki Kaliurang – Parangtritis saja), kenapa hirup tidak diganti irup? Takut disangka inspektur upacara yaaa
konteks dan diksi dalam bahasa Indonesia

Belum lagi perdesaan bukan pedesaan, karena pe berfungsi membuat sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Misalnya, pedesaan berarti membuat sesuatu menjadi desa. Jadi yang benar adalah perdesaan. Oh ya, kalau begitu Pegunungan Kendeng salah dong, yang benar adalah Pergunungan Kendeng. Woh, tengkyu very nice!
Soal mengkhawatirkan itu: itulah gunanya konteks. Cobalah tengok kamus bahasa Inggris pada entri rather, nangis darah saja kalau nekat berkukuh pada makna kata itu berdiri sendiri. Atau, kelewatan betul orang yang mengaitkan kata security dengan satpam ketika membaca kata itu dalam konteks keuangan. Ya mana ada guyonan tampang sekuritas hati hello kitty