Tujuan perusahaan menekankan
pentingnya kualitas sumber daya manusia adalah menerapkan standardisasi agar
sumber daya manusia yang diperoleh bisa benar-benar bekerja sesuai harapan perusahaan. Sementara itu tujuan sebagian besar karyawan
dalam bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan biologis,
melainkan juga kebutuhan psikologis maupun sosial yang pemenuhannya bisa memacu
semangat kerja karyawan.
Manusia didorong
untuk memenuhi kebutuhan yang paling kuat sesuai waktu, keadaan, dan pengalaman
yang bersangkutan menurut suatu hierarki. (Stoner, James dan Gilbert, 2003:
139). Menurut Abraham Maslow ada lima tingkatan dalam hierarki kebutuhan:
1.
Kebutuhan mempertahankan hidup (fisiologis).
Inilah kebutuhan yang mendorong setiap orang untuk melakukan pekerjaan apa saja
demi mendapatkan imbalan, baik berupa uang maupun barang, untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
2.
Kebutuhan akan rasa aman. Setelah
kebutuhan pokok terpenuhi, timbul keperluan untuk memenuhi
keamanan/perlindungan. Kebutuhan akan keselamatan jasmani dan rohani ini
didambakan semua orang.
3.
Kebutuhan sosial. Setiap orang
senantiasa memerlukan pergaulan dengan orang lain. Sepanjang hidupnya manusia
tidak akan bisa lepas dari bantuan pihak lain.
4.
Kebutuhan penghargaan. Setiap orang
membutuhkan pengakuan atas status dan prestasi yang dicapai. Semua orang
berusaha melakukan pekerjaan yang memungkinkan dia mendapat penghormatan atau
penghargaan masyarakat.
5.
Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan
untuk mewujudkan cita-cita diri ini merupakan kebutuhan puncak di mana orang
ingin mempertahankan prestasinya secara optimal. (Stoner dan Gilbert, 2003:
140).
Teori Maslow
mengasumsikan bahwa orang berusaha memuaskan kebutuhan mendasar (kebutuhan
fisiologis) sebelum bergerak ke arah pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi. Jika
suatu tingkat kebutuhan sudah terpenuhi, hal itu akan berhenti memberikan
motivasi. Orang mempunyai kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang, sehingga dia
akan terus berusaha bergerak meniti tingkatan-tingkatan hierarki untuk memenuhi
kepuasannya. Kebutuhan yang lebih tinggi tidak akan memicu seseorang jika
kebutuhan yang sedang dominan tidak terpenuhi. Jika kebutuhan yang sedang
mendominasi ini tak terpenuhi, yang muncul adalah frustrasi, stres, dan
konflik. Ketika kebutuhan dominan ini terpenuhi, barulah orang bisa naik dalam
hierarki kebutuhan yang lebih tinggi.
Dalam dunia
pekerjaan atau organisasi, aspek motivasi menurut pemeringkatan kebutuhan
Abraham Maslow ini perlu mendapatkan perhatian mengingat masing-masing individu
dalam organisasi memiliki karakteristik khas yang menyebabkan teknik motivasi
untuk tiap-tiap individu juga berlainan. Teknik motivasi yang berbeda-beda ini
tampak pada penghargaan kepada individu-individu (karyawan) berupa pemberian
kompensasi yang berlainan pula.
Dalam pemberian
kompensasi terhadap berbagai macam variasi tergantung pada kinerja individual
dan organisasional misalnya berupa gaji insentif yang meliputi bonus, komisi,
pembagian laba, atau opsi saham. Pemberian kompensasi insentif ini tentunya
harus didasarkan pada konsep ekuitas yang terbagi menjadi ekuitas internal,
eksternal, dan individual.
Persepsi tentang
ekuitas ini berdampak langsung pada motivasi, komitmen, dan kinerja dalam pelaksanaan
kerja. Perlu digarisbawahi bahwa penilaian karyawan terhadap ekuitas, pada
dasarnya, adalah persepsi. (Jeffrey A. Mello, 2006: 495)
Kebutuhan karyawan
di tingkat bawah tentu saja berbeda dengan kebutuhan para manajer, dan
perbedaan inilah yang menjadikan berbedanya kompensasi sesuai dengan teori
hiererki kebutuhan Maslow.
Bacaan
Mello A., Jeffrey, Strategic
Human Resources Management, Second Edition, Thomson, South-Western.
Stoner, James dan
Gilbert, Manajemen, PT Indeks
Gramedia Group, Jakarta, 2003.
Sumber gambar: http://studiousguy.com/maslows-hierarchy-of-needs/
No comments:
Post a Comment