“Aku pernah melihat pasangan yang menjadi tua bersama
dalam cinta selamanya. Dari sorot mata dan bahasa tubuh mereka jelas sekali
terlihat bahwa mereka saling mencintai. Percayah, cinta abadi itu ada,” ujar seorang
perempuan yang meyakini abadinya cinta.
Because Forever in Love is Forever Young |
Sejak awal saya tidak pernah percaya ada cinta abadi.
Saya percaya saja penelitian yang mengatakan bahwa rasa cinta ditimbulkan oleh
proses kimia tertentu di otak yang membuat orang “mau makan tidak lapar, mau
tidur tidak ngantuk, maunya ketemu sama dia” selama paling banter dua tahun.
Pengalaman saya menunjukkan memang begitu adanya. Bahkan, katanya, getar-getar rasa
paling menggairahkan tiada duanya adalah ketika kita yakin bahwa perempuan yang
kita incar 75% mau menerima ajakan kita memadu cinta. Nggak tahu juga ya apa
perempuan begitu juga terhadap laki-laki, saya belum pernah jadi perempuan
soalnya. Begitu jadian, satu dua pekan pertama serasa melayang mendapati tangan
si dia melingkar di pinggang saat naik sepeda motor. Dan seterusnya. Tak sampai
dua tahun tindakan yang lebih dari sekadar melingkarkan tangan di pinggang
sekalipun terasa biasa. Dan putus bukan hal luar biasa juga.
Cinta sejati itu apa? Mencintai tanpa mengharap kembali
hanyalah jiplakan dengan sedikit modifikasi syair lagu “hanya memberi tak harap
kembali bagai sang surya menyinari dunia.” Dilihat dalam kilas balik, tak ada
indah-indahnya rangkaian waktu yang disinggahi rasa cinta itu. Begini
uraiannya.
Konon, secara antropologis perempuan lebih siap untuk
putus. Sebab leluhur mereka dahulu, pada zaman meramu dan berburu, sudah
terbiasa ditinggal pergi laki-laki mereka yang mencari makanan untuk waktu
lama. Nah, perempuan zaman itu tinggal di desa untuk menunggu rumah dan
membesarkan anak. Laki-laki mereka yang pergi berburu bisa saja tidak pulang
karena alam tidak seramah sekarang, atau desa lain tempat persinggahan lebih
menawan. Lagi pula, kalau pulang-pulang terus bagaimana bisa umat manusia
menyebar dari Afrika (atau dari Xuchang di Provinsi Henan, menurut otoritas Cina) ke seluruh dunia? Maka
wajar jika perempuan di desa menerima kedatangan tim pemburu lain entah dari
desa mana dan bercinta lalu beranak pinaklah mereka. Laki-laki dari desa entah
itu akan pergi lagi melanjutkan perjalanan. Dan perempuan di desa tadi ...
begitu seterusnya sampai bab berburu dan meramu ditutup dalam buku sejarah.
Karena sering ditinggal para lelaki berburu, para
perempuan di desa itu pun lebih akrab sesama mereka dibanding relasi sesama
para pemburu. Alhasil, jika seorang perempuan sedih karena ditinggal pemburu
dia bisa berbagi duka dengan teman-temannya yang juga menunggu desa sehingga,
sampai masa kita ini pun, dipandang lumrah saja jika mereka saling berpelukan
untuk menguatkan. Laki-laki adalah pemburu, tentu harus gagah, pantang sedih
karena cinta walau hati meraung. Pelukan? Wah, terbayang pun tidak!
Karena perempuan yang tinggal di desa punya tanggung
jawab menjaga tempat tinggal dan membesarkan anak, wajar kalau mereka lebih
menyukai pemburu lebih perkasa dan membawa hasil buruan lebih banyak yang
datang belakangan. Yang lebih segala-galanya dari laki-lakinya yang mungkin
sedang menyabung nyawa melawan ganasnya alam. Andai sudah ada sms waktu itu,
tentu lebih banyak laki-laki yang mati merana karena putus jarak jauh ketimbang
diterkam binatang buruannya. Tetapi zaman itu pun kalau laki-laki duluan yang
menyatakan kejemuan dan minggat dari desa, dia akan didakwa sebagai orang
paling jahanam sejaman batu.
Ini karangan saya saja sih. Cerita ngawur yang saya ulang-ulang
kepada teman-teman yang tercabik-cabik harga diri mereka karena kalah set
diputus duluan oleh para gadis.
Hahaha ... cinta abadi? Hahahaha |
Kembali ke penutur cinta abadi selamanya tadi. Saya agak
ingin percaya karena yang bertutur itu perempuan tua yang tampaknya sudah
banyak makan asam garam. Mungkin saja dia benar. Tetapi rasa ingin percaya itu
buyar begitu saja setelah dia kelepasan bercerita bahwa di usianya yang hampir malam
itu nestapa saja yang menyertainya hingga tubuhnya mulai bungkuk. Dicerai suami
pertama, digambar mati suaminya yang kedua. Saya maklumi saja kisah dia tentang
sepasang lansia bergandengan mesra menebar cinta ke semesta raya itu sebagai
impiannya. Impian delusional. Tapi ya tidak apa-apa. Itu hiburan dia. Cuma itu
caranya menggapai bahagia.
Dugaan saya,
namanya juga dugaan bukan penelitian jadi bisa benar bisa banyak salahnya,
cinta abadi adalah hasil provokasi produsen rekaman dengan menelurkan album
semacam Forever in Love Kenny G. yang diiklankan dengan klip video bocah lelaki
dan perempuan main ayunan dan menjadi tua bersama di ayunan itu juga persis
ketika Kenny G mengakhiri tiupan saksofonnya. Pengulangan kata-kata dikemas irama
mendayu seperti “I’ll be yours till I die”, “Till death do us part” “Forever
and ever”, “Love Will Kep Us Alive”, “Eternal Flame” “I Don’t Want To Live Without Your Love” dan segudang
gombal dipermak cantik lainnya adalah taktik Illuminati mengoyak hati manusia
produktif agar menyia-nyiakan energi yang seandainya dipakai sebagaimana mestinya
mampu melesatkan Bumi ini ke galaksi lain. Dan cinta pun terus melahirkan
penyair dadakan pada mulanya dan pemabuk goblok pada akhirnya. Begitu
seterusnya sampai Pluto jadi planet lagi.
Tetapi kalau mau jujur, cinta abadi itu ada. Don Juan DeMarco yang tersohor itu sudah membuktikannya. Mungkin Casanova juga. Cinta terus membara sepanjang hayat,
perempuan sasaran cintanya saja yang berubah-ubah dalam jumlah tak terbilang.
Wakakakaka ... |
No comments:
Post a Comment