Rumi adalah orang yang paling sering disalahpahami di
dunia ini. Karya puisi cinta ilahiah ahli fikih madzhab Hanafi itu lebih sering
dipahami sebagai puisi cinta romantis sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara.
Begitu kata orang tentang Jalaluddin Rumi, mistikus besar yang makamnya di
Konya (Turki) masih ramai diziarahi orang.
Bahwa karya-karya Rumi sering disalahpahami, saya lumayan
tahu karena beberapa kali menerjemahkan buku-buku sufisme yang di dalamnya terdapat
bahasan tentang Jalaluddin Rumi maupun puisi-puisi terpilihnya. Dalam buku
Syaikh Robert Frager, kalau tidak salah, dikatakan bahwa kumpulan puisi Rumi menduduki
singgasana best seller di Amerika
Serikat. Dalam tulisan lain bahkan disebutkan betapa Madonna Louise Ciccone penyanyi
pop terkenal itu adalah penggemar berat puisi-puisi Rumi. Tetapi bahwa Rumi adalah
ahli fikih madzhab Hanafi ya saya baru tahu dari keluhan orang di atas. Dari
sisi ini, Rumi memang banyak disalahmengerti, atau setidak-tidaknya orang tak
tahu banyak tentang dirinya selain puisi-puisi cintanya.
Bagaimanapun juga, kesalahpahaman orang banyak itu sungguh
bisa dimengerti. Ketika menerjemahkan Essential Sufism, Perfume of The Dessert,
dan The Heritage of Sufism sejujurnya saya bingung juga kalau puisi-puisi cinta
semacam itu disebut sebagai bentuk pemujaan kepada Tuhan, yang sering disebut the
Beloved dalam bahasa Inggris.
James Fadiman &Robert Frager's Essential Sufism |
Andrew Harvey & Eryk Hanut: Perfume of The Dessert |
Sekadar contoh saya terjemahkan sebuah puisi dari
buku Song of Bird karya Anthony de Mello S.J.:
Sang pencinta mengetuk pintu rumah kekasihnya.
“Siapa?” tanya sang kekasih dari dalam.
“Aku,” jawab sang pencinta.
“Pergilah. Rumah ini tidak akan muat untuk kamu dan aku.”
Sang pencinta berlalu dan bertahun-tahun merenungkan kata-kata sang
kekasih.
Lalu dia kembali dan mengetuk pintu lagi.
“Siapa?”
“Kamu.”
Pintu pun dibuka seketika.
Jika dalam teks Inggris-nya tidak dibuka dengan “A tale
from Attar of Neishapur” kata Beloved yang ditulis dengan “B” kapital dalam puisi
yang, dalam kadar kurang nyastra, tak beda dengan Kau dan Aku Satu Obbie Messakh
itu malah akan menimbulkan kesan: segitunya mengagungkan cinta hingga kekasih
saja harus ditulis Kekasih. Mana ada huruf besar dan kecil dalam aksara Arab?
Maka tak mengherankan jika lagu Satu yang dibawakan Once
Elfonda Mekel itu begitu digandrungi sebagai lagu cinta antara sepasang
kekasih yang meleburkan cinta mereka yang suci murni menjadi satu dengan menertawakan
Bertrand Russel yang bersusah payah membuktikan bahwa 1 + 1 = 2. Satu dua orang
saja yang saya ketahui mafhum bahwa lagu, yang musiknya memang bagus itu, adalah
ungkapan kerinduan Wihdatul Wujud.
Membaca kisah cinta Sohni dan Madzumalati yang populer di
anak benua itu saya bisa paham mengapa para ulama Pakistan menganggap kisah
puitis itu tak lebih dari roman birahi. Baru kemudian saya berusaha memahami pembelaan
Annemarie Schimmel bahwa itu sebetulnya adalah ungkapan kerinduan para sufi terhadap
penyatuan diri dengan Tuhan.
Mengenai puisi-puisi Rumi, sebetulnya saya sering bingung
ketika membaca puja-pujinya untuk Syams Tabrizi, puisi-puisi kerinduan mendalamnya
pada gurunya itu ... Jangan-jangan, meski betul tak banyak yang tahu bahwa Rumi
adalah fakih madzhab Hanafi, sebetulnya dia tidak sepenuhnya disalahpahami. Mungkin ini soal pemahaman saja, atau pilihan di antara sekian banyak pemahaman yang tak ada hubungannya dengan dangkal dan dalam sedalam samudranya pemahaman seseorang.
Sumber gambar:
No comments:
Post a Comment