Kalau Anda menghendaki kisah motivasi, tinggalkan saja
cerita ini. Ini kisah tentang realitas yang tidak banyak manisnya. Ini kisah
tentang orang-orang yang mengilhami saya dan ingin saya serap semangat mereka
meski tak juga bisa, bahkan untuk sekadar meminjam semangat mereka, hingga hari
ini. Yang pertama adalah Pak Tomo di Desa Hargomulyo, Kecamatan Ngrambe,
Kabupaten Ngawi yang berusaha membuat rumah sepenuhnya dari batu.
Peta Kecamatan Ngrambe |
Cerita tentang omah
watu (rumah batu) sudah sering saya dengar sejak saya masih remaja, tetapi
baru bisa saya lihat sendiri pada awal-awal saya kuliah. Bersama teman saya
Sopril Amir Hamzah dan dua orang teman lainnya, saya berbincang-bincang dengan
sang pembuat rumah batu dengan syarat mengajukan pertanyaan secara tertulis
karena Pak Tomo rusak pendengarannya. Kami mengobrol di rumah biasa yang
didiami Pak Tomo sekeluarga sehari-harinya, di sebelah timur rumah dari batu
yang sedang digarap. Inti penjelasannya, dia membangun rumah dari batu tersebut
sejak zaman Jepang. Pembuatan rumah yang meliputi pengangkutan batu-batu gunung
dari sungai terdekat, menatah batu agar berbentuk persegi empat, dan menata
batu-batu mirip batu bata besar-besar itu dia lakukan seorang diri selepas
menyelesaikan pekerjaannya di sawah. Tidak ada bantuan dana atau tenaga dari
siapa pun untuk cita-citanya mendirikan rumah dua tingkat dari batu-batu yang
disusun itu. Kalaupun ada bantuan, kata Pak Tomo, adalah dari para makhluk
halus karena dia mempunyai ajian bala sewu. Entahlah soal ajian itu, tetapi
kegigihan bapak tua itu sungguh menakjubkan. Dia membangun rumah batu itu ya
membangun saja tujuannya, tanpa ingin dianggap ini itu.
Waktu itu rumah yang disusun dari batu-batu kali itu
masih jauh dari selesai. Seingat saya baru lantai dan dinding saja yang sudah
jadi, atap belum ada, apalagi lantai dua. Hanya batu-batu saja yang disusun
tanpa semen perekat. Tentu saja waktu itu belum musim hp, apalagi smartphone, jadi saya tak punya foto omah waktu pada fase pembangunan saat
itu. Jadi saya ambil saja gambar milik orang dari suatu blog yang alamatnya
saya cantumkan dalam sumber gambar.
Omah Watu |
Mengingat usia Pak Tomo saat itu, dan dia berkarya seorang
diri di waktu senggangnya, saya rasa pembuatan rumah itu tak akan rampung. Rampung
atau tidak tak terlalu penting bagi saya. Keuletan Pak Tomo mewujudkan kemauan
yang tak masuk akal secara ekonomi dan secara apa pun itulah yang mengagumkan
saya. Dedikasi total menakjubkan yang hingga detik ini saya tak kunjung
bernyali mewujudkannya, selain juga belum ketemu apa yang mau dicurahi
dedikasi.
Ha ha ha |
Kisah kedua adalah kisah para penjual bakpao di Brebes
yang bercita-cita membuat helikopter. Ini luar biasa! Saya membaca kisah di
media massa cetak tentang para penjual bakpao yang membuat helikopter setelah
berkeliling kota setiap hari menjajakan dagangan mereka. Tak henti-hentinya
saya takjub dengan keuletan dan kobaran semangat bapak-bapak penjual bakpao
itu. Saya merasakan kepedihan yang sangat sewaktu membaca berita bahwa
orang-orang bersemangat hebat itu dipanggil Angkatan Udara, diajak naik
helikopter, dan dijelaskan bahwa membuat helikopter tidak semudah yang mereka bayangkan.
Ketika googling beberapa hari lalu
untuk mencari informasi tentang para seniman helikopter bakpao itu, kemuraman
menyergap ketika saya membaca berita Suara Merdeka online yang sekilas mengatakan bahwa helikopter bermesin Vespa
orang-orang ulet itu berhasil terbang sebentar lalu jatuh dan mereka disalahkan
oleh pemerintah karena melanggar peraturan. Tak banyak berita tersisa tentang
mereka, berita yang saya baca itu pun cuma pelengkap narasi lebih besar tentang
ketidakpedulian pemerintah terhadap kreasi anak negeri terkait televisi rakitan
sendiri yang dihancurkan pemerintah karena tak punya sertifikat SNI.
Semangat saya untuk meluangkan waktu dan mengeluarkan
biaya bagi kecintaan terhadap sesuatu tanpa pertimbangan ekonomi, popularitas,
eksistensi, dan segala penilaian tentang bagaimana orang lumrahnya hidup turut
redup bersama kandasnya cita-cita helikopter made in tukang bakpao itu. Tetapi Pak Tomo dan para penjual bakpao
itu telanjur menyalakan keinginan saya untuk mempunyai kecintaan (lebih dari
sekadar hobi) yang membuat hidup lebih menyenangkan. Ya semacam memperturutkan
diri sebagai homo ludens saja. Pernah secara bergurau saya bertekad menyaingi
Isaac Asimov yang menerbitkan 500 buku lebih sepanjang hidupnya dengan
menghasilkan buku, entah itu terjemahan atau tulisan atau suntingan, melebihi
Pak Asimov. Tapi dalam hitungan saya, mau sebulan satu buku pun mustahil saya
menghasilkan 200 buku hingga usia produktif saya berakhir ketika yang bisa
dilakukan cuma menyamar menjadi muda belia di medsos (na’udzubillah mid
dzalik, mati lebih baik daripada menghinakan diri seperti itu ). Selama ini buku yang sudah saya
kerjakan baru sekitar 30-an. Imposibol sajalah mau menyaingi Pak Asimov. Jika
sudah begini yang diperlukan hanyalah dalih. Saya menemukannya dalam ungkapan
Guru Kong berikut:
Miracle |
Selain taktik berkoar-koar mengatakan bahwa kita
berencana pun tidak pernah untuk melakukan suatu hal yang ternyata gagal,
kata-kata bijak sungguh ampuh untuk menutupi kegagalan. Misalnya, “kegagalan
adalah kesuksesan yang tertunda” yang setara dengan “nestapa adalah bahagia
yang tertunda” atau “jelek adalah cantik yang tertunda”. Cantik dari Boston?
Gagal ya gagal saja |
Sumber gambar:
No comments:
Post a Comment