OCD |
Makalah berjudul Leading
in Crisis: Leading Organizational Change & Business Development ini bermaksud
meninjau dan menelaah literatur mutakhir dalam manajemen krisis organisasi. Di
samping itu, ia juga mengevaluasi literatur tentang bagaimana memimpin
perubahan organisasional dan menguraikan berbagai penjelasan dari literatur
krisis manajemen tentang bagaimana memimpin perubahan dan bagaimana perubahan
itu dikelola dalam organisasi. Memimpin dan mengelola perubahan bertumpu pada
kemampuan para pemimpin untuk mempengaruhi para pengikut mereka untuk bertindak
secara luar biasa. Hal itu juga bertumpu pada efektivitas kepemimpinan pada
saat krisis berkenaan dengan penciptaan peluang-peluang yang akan memungkinkan
para pegawai organisasi mewujudkan perubahan menjadi kenyataan. Manajemen
krisis menghendaki kepemimpinan kuat yang mampu mendorong perkembangan bisnis,
mewujudkan perubahan, dan dengan demikian membentuk ulang organisasi dalam kaitannya
dengan bagaimana bisnis dijalankan dan bagaimana pandangan para pemangku
kepentingan (stakeholders) tentang
hal itu dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Makalah ini juga menyoroti
bagaimana globalisasi mewujudkan perubahan dalam lingkungan bisnis dan dalam
organisasi. Selain itu makalah ini juga menyoroti potensi-potensi yang
ditawarkan krisis dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan bagi organisasi.
Pendahuluan
Artikel berjudul Leading
in Crisis: Leading Organizational Change & Busineass Development oleh
Dr. Evangelia Fragouli dan Bali Idapo dari University of Dundee yang dimuat
dalam International Journal of
Information, Business and Management, Vol. 7, No. 3, 2015, ISSN 2076-9202
ini menarik dan penting untuk ditelaah karena membahas tentang bagaimana
memimpin dalam krisis guna mewujudkan perubahan organisasional dan perkembangan
bisnis. Walaupun baru setelah krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun
1997 timbul kesadaran luas tentang pentingnya manajemen krisis dalam mewujudkan
perubahan organisasi bagi kelangsungan hidup dan kesuksesan organisasi,
sebetulnya berbagai krisis telah melanda sebelum itu di banyak tempat. Lepas
dari krisis moneter yang berakibat terjadinya Gerakan Reformasi, Indonesia
kembali dilanda krisis ekonomi pada tahun 2008. Dan pada saat ini masyarakat
luas merasakan krisis karena perlambatan ekonomi. Dengan kata lain, krisis
adalah sesuatu yang selalu ada dan harus dihadapi. Bukannya dipandang sebagai
ancaman, dengan pemahaman yang baik tentang manajemen krisis dan perubahan
organisasi, krisis justru bisa dipandang sebagai peluang bagi pertumbuhan
bisnis dan mewujudkan organisasi yang lebih baik.
Tinjauan
Umum Artikel
Saat ini, menurut Ramo (2009), kita sedang berada pada
suatu awal yang mungkin saja merupakan perubahan paling intens dalam tatanan
global selama ratusan tahun, yang sedang kita hadapi bukan hanya sebagai
gerakan tunggal melainkan gempuran dahsyat perubahan tak henti-henti yang
menciptakan gangguan luar biasa dan pemisahan. Selanjutnya Ayaz (tanpa tahun)
menyatakan bahwa “organisasi-organisasi saat ini menghadapi tantangan
globalisasi, pengetahuan berdasarkan kompetisi dan revolusi digital yang
mengubah lingkungan bisnis.” Dunia saat ini berada dalam keadaan perubahan
konstan, dan pertimbangan yang paling mendalam dicurahkan pada isu perkembangan
berkelanjutan. Berbagai negara, organisasi dan masyarakat berusaha mengikuti
perubahan cepat yang berlangsung, di samping menyesuaikan diri dengan
tantangan-tantangan yang datang bersama perubahan-perubahan tersebut (Barbu dan
Nastase, 2010). Barbu dan Nastase lebih jauh menggarisbawahi bahwa “lingkungan
bisnis baru yang diciptakan oleh perubahan dicirikan oleh anarki, kendati
demikian lingkungan baru tersebut menawarkan banyak sekali peluang bisnis dan
juga sebagai konteks krisis.
Konteks krisis ini sangat signifikan karena krisis dapat
menghalangi operasi, reputasi dan perkembangan sebuah organisasi. Menurut
Friedman (2008) “krisis berskala dunia, dari sebuah krisis lingkungan global
sampai hilangnya identitas nasional, berpengaruh pada organisasi.” Artinya, tak
ada satu pun organisasi atau bisnis yang kebal dari pengaruh krisis. Akibatnya,
manajemen krisis menjadi aspek penting dalam mengelola organisasi – tugas
memimpin sebuah organisasi pada masa-masa krisis adalah ujian besar bagi
karakter seorang pemimpin.
Di sini bisa disimpulkan bahwa perubahan dan krisis
saling berkaitan dan kepemimpinan memainkan peran penting dalam manajemen
krisis maupun perubahan. Krisis bisa dipandang sebagai bagian tak terpisahkan
dari dan petunjuk perkembangan dalam sebuah organisasi, oleh sebab itu para
pemimpin harus mengetahui bagaimana cara mempengaruhi dan mendorong perubahan
dalam masa-masa krisis untuk melakukan perombakan dan penataan ulang organisasi
mereka, beradaptasi lebih baik dengan krisis di depan mata dan, pada akhirnya,
berkembang menjadi sebuah bisnis yang lebih berkelanjutan.
Manajemen
Krisis Organisasional
Menurut Massey dan Larsen (2006) krisis adalah “sebuah
peristiwa besar dan tidak terprediksi yang mengancam keselamatan organisasi dan
para pemangku kepentingannya.” Lebih jauh Coombs (1999) menyatakan bahwa
meskipun terjadinya sebuah krisis tidak bisa diprediksi, sebetulnya hal itu
bukan tidak bisa diduga. Terdapat peningkatan dalam krisis yang dialami
berbagai organisasi pada masa-masa belakangan ini, sebagian besar di antaranya
bisa dikaitkan dengan berbagai macam faktor seperti tumpuan lebih banyak pada
teknologi, industrialisasi dan meningkatnya perhatian media terhadap tindakan
dan aktivitas organisasi (Seeger, et al 2012; Perrow, 1984; Ogrizek dan
Guillery, 1999). Oleh karena itu, konsep manajemen krisis menyedot banyak
sekali perhatian sejak akhir 1970-an (Barton, 1993; Coombs, 1995).
Definisi
Manajemen Krisis
Menurut Pearson dan Clair (1998) “manajemen krisis adalah
upaya sistematis untuk menghindari krisis organisasional atau untuk mengelola
krisis yang terjadi tersebut.” Di samping itu, Perrow (1984) menegaskan bahwa
krisis juga memiliki aspek-aspek administratif dan teknis seperti manajemen
krisis yang menghendaki pelenyapan kegagalan teknologi dan juga mengembangkan
metode-metode yang sesuai bagi komunikasi untuk mengelola atau menghindari
situasi krisis (Barton, 2001).
Sejak awal 1980-an, ada dua kecenderungan utama yang
mencirikan bidang manajemen krisis: “perencanaan dalam manajemen krisis dan
analisis kemungkinan darurat organisasional selama sebuah krisis” (Lalonde,
2007). Literatur Analysing Organizational
Contingencies (AOC) melibatkan hubungan banyak segi dan sering ruwet di
antara aktor-aktor itu sendiri, di samping karakter dan pembawaan orang selama
krisis. Kecenderungan ini menyoroti bahwa “konteks sosial lebih besar” harus
dipertimbangkan dalam manajemen krisis, termasuk karakter struktur masyarakat (Dynes,
1970), kejadian-kejadian krisis yang sudah lalu (Pery & Nigg, 1985; Dynes,
1970), tingkat keterlibatan kehidupan sosial dalam populasi” (Echterling et
al., 1988; Wolensky, 1983; Wenger, 1978 sebagaimana dikutip dalam Quarentelli,
1978), infrastruktir dan sumber daya lokal yang ada (Stallings & Schepart,
1987), lokasi, apakah di kawasan perkotaan atau semi perkoraan, pedesaan atau
semi-pedesaan (Lalonde, 2004; Dynes, 1975), dinamika bantuan sosial (Drabek
& McEntire, 2002; Kaniasty & Norris, 1995; Wright et al., 1990),
metode-metode serangan (Denis, 1993, 2002) dan keberadaan oposisi apa pun
sehubungan dengan dunia luar (Quarantelli & Dynes, 1976).
Di sisi lain, literatur Crisis Management Planning (CMP) mencakupi serangkaian
pernyataan-pernyataan normatif yang diarahkan pada peningkatan efisiensi
intervensi krisis. Berbagai penulis CMP menyoroti bahwa perencanaan darurat
sangat diperlukan dalam manajemen krisis (Counts & Prowants, 1994; Lagadec,
1991; Denis, 2002; Sylves & Waugh, 1990), di samping tindakan-tindakan
tersebut perlu didefinisikan secara relatif terhadap fase-fase yang berubah
evolusi krisis, dimulai dengan identifikasi isyarat-isyarat peringatan hingga
aktivitas-aktivitas sesudah krisis (Drabek & Hoetmer, 1991 sebagaimana
dikutip dalam Simpson 1993).
Lebih jauh, para penulis menekankan perlunya
mengembangkan sebuah filsafat keamanan internal (di dalam organisasi) dan di
kalangan para pemangku kepentingan (Denis, 2002; Lagadec, 1990, 1991; Tazieff,
1988), dengan penakenan kuat diberikan pada perlunya melatih dan mengasah
kepekaan para pemimpin berkenaan dengan peran kepemimpinan dalam krisis
(Lagadec, 1991, 1996; Perry & Nigg, 1985; Kuban, 1995).
Konseptualisasi
Kepemimpinan
Menurut Darling et al., (2002) “memimpin berarti
memahami, mempengaruhi, dan membimbing dalam tujuan, arah, tindakan dan opini.”
Menurut Heller (2002) “para pemimpin adalah orang-orang yang melakukan hal-hal
yang tepat, dan para pemimpin yang efektif berkomunikasi dan mengoordinasi
orang-orangnya dalam membimbing operasi organisasi.” Dengan demikian bisa
dikatakan bahwa kepemimpinan sangatlah penting bagi manajemen krisis yang
efektif.
Menurut Graen dan Uhl-Bien (1995) terdapat sebuah
konsensus mengenai konsep kepemimpinan dan bagaimana konsensus itu bisa
dicapai. Sesungguhnya, ada banyak teori yang mengangkat aspek-aspek berbeda
kepemimpinan; meski begitu hanya ada sedikit kohesi di antara teori-teori
tersebut – akibat dari telaah yang tidak memadai tentang pendekatan-pendekatan kepemimpinan.
Dalam sebuah upaya mengatasi kekaburan yang menyelimuti penelitian tentang
kepemimpinan, Graen dan Uhl-Bien (1995) mengembangkan sebuah pendekatan
Taksonomi bagi Kepemimpinan. Pendekatan Taksonomi Kepemimpinan oleh Graen dan
Uhl-Bien (1995) ini melukiskan tiga gaya kepemimpinan yang didasarkan pada
hubungan pemimpin dan pengikut. Pendekatan ini, bagaimanapun juga,
dipertanyakan berdasarkan fakta bahwa ia menyediakan pemahaman parsial tentang
konsep kepemimpinan karena mengabaikan informasi kunci yang fundamental
sifatnya bagi pemahaman konsep tersebut. Pendekatan ini memunculkan
pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan identifikasi perilaku-perilaku
kepemimpinan spesifik dan manfaatnya dalam mencapai hasil-hasil spesifik.
Kepemimpinan
dan Manajemen Krisis
Dalam organisasi apa pun, para pemimpin bertanggung jawab
atas kesuksesan manajemen krisis maupun bahwa para pemangku kepentingan terkait
dikelola. Heller (2012) menegaskan bahwa para pemimpin organisasi bertanggung
jawab merancang paradigma perencanaan darurat yang menguntungkan para pemangku
kepentingan maupun organisasi secara keseluruhan. Bennis dan Nanus (2003)
menyatakan bahwa para pemimpin yang efektif harus memiliki pandangan yang
berorientasi visi. Dalam kata-kata Heller (2012), para pemimpin perlu
memperlihatkan sebuah pemahaman yang tinggi atas kemungkinan-kemungkinan
darurat dan juga melaksanakan tanggung jawab mereka sebaik mungkin, terutama
pada saat krisis. Dia juga menjelaskan bahwa pada masa-masa seperti itu, para
pemimpin yang sukses harus menyibukkan diri dengan keunggulan organisasi mereka
dan memandang lebih jauh dari “bagaimana bekerjanya seluk-beluk kinerja
operasional, dan menyertakan parameter perencanaan dan tindakan, pelaksanaan
segala sesuatunya dengan benar, terutama yang berkaitan dengan keterlibatan penting
seluruh pemangku kepentingan dalam organisasi dalam rangka mengatasi sebuah
situasi krisis” (Heller, 2012).
Guna mengembangkan solusi efektif bagi situasi krisis,
para pemimpin juga perlu membuka diri dan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan untuk mendengarkan opini mereka. Ide ini sejalan dengan manajemen
krisis yang efektif dalam sebuah latar organisasi – penting untuk diperhatikan
bahwa pada masa-masa krisis organisasional, para pemimpin yang efektif
menyediakan sebuah platform bagi interaksi dengan semua orang yang terlibat
(Heller, 2012). Menurut Wilkinson (2003) platform semacam itu memberi para
bawahan perasaan dihargai maupun meningkatkan tingkat komitmen dan motivasi
untuk mencapai tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan. Penting juga untuk diingat
bahwa sebuah situasi krisis menghendaki para pemimpin yang tidak hanya
mengandalkan kepatuhan bawahan dan hierarki tetapi juga berminat dalam
menerapkan dan mengembangkan strategi-strategi kepemimpinan yang bermakna dan
dengan demikian bisa mengaktualisasi manajemen krisis yang efektif bagi
organisasi.
Salah satu faktor utama yang membedakan
organisasi-organisasi yang sukses itu setelah krisis terjadi, dari
organisasi-organisasi yang tidak berhasil, adalah kepemimpinan yang ditunjukkan
selama krisis dan proses manajemen krisis (James dan Wooten, 2005). Sering kali
ini cara krisis ditangani, dan bukan kejadian krisis itu sendiri yang memiliki
konsekuensi paling signifikan (positif dan negatif) bagi sebuah organisasi.
Tugas memimpin sebuah organisasi pada masa krisis, entah Anda CEO sebuah
organisasi beasr atau manajer prakarsa organisasional tak terencana yang menjadi
pelopor, ad tugas yang sulit.
Lebih jauh, aktivitas-aktivitas komunikasi dan PR memang
diperlukan tetapi bukan merupakan pendekatan yang memadai dalam memimpin sebuah
organisasi mengarungi krisis. Kepemimpinan krisis membutuhkan lebih dari
pengelolaan komunikasi korporat dan hubungan masyarakat (PR). Sesungguhnya,
para pemimpin terbaik dalam krisis adalah mereka yang membangun fondasi
kepercayaan bukan saja dalam organisasi mereka, tetapi juga menjangkau seluruh
sistem organisasi. Para pemimpin itu menggunakan fondasi tersebut untuk
menyiapkan organisasi mereka dalam menyongsong masa-masa sulit – membatasi
krisis ketika terjadi dan memanfaatkan situasi krisis sebagai sarana
menciptakan peluang dan akhirnya sebuah organisasi yang lebih baik (James dan Wooten,
2005).
Manajemen
Perubahan Organisasional
Di sebagian besar organisasi, krisis biasanya dipandang
sebagai ancaman, meski begitu para pemimpin organisasi yang efektif bisa
melihat situasi krisis sebagai kesempatan untuk mengembangkan sebuah organisasi
dan mewujudkan perubahan organisasional dalam organisasi maupun di kalangan
para pemangku kepentingannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Barbu dan Nastase
(2010), perubahan menciptakan sebuah lingkungan kompleks yang menuntut para
pemimpin modern menangani banyak peluang dan ancaman dengan lebih baik dan
lebih cepat.
Manajemen perubahan adalah sebuah topik yang banyak
dibahas sehubungan dengan manajemen dan efektivitas organisasional. Bernard dan
Stoll (2011) menegaskan bahwa salah satu tanggung jawab paling krusial dan
menantang yang dihadapi manajemen adalah mengenali pentingnya perubahan
berskala organisasi, dan memimpin perubahan dalam organisasi semacam itu.
Menurut Burke dan Trahant (2000) memahami arti penting perubahan organisasional
semacam itu menjadi semakin signifikan seiring tahun-tahun berjalan karena organisasi-organisasi
kini sedang menempuh masa perubahan dahsyat sebagai akibat globalisasi, di
samping pengaruh mengacaukan teknologi-teknologi baru dan kemunculan e-business. Burke dan Trahant juga
menyoroti deregulasi, instabilitas politik, kemunculan ekonomi-ekonomi baru di
Lingkar Pasifik, dan ledakan jumlah penemuan ilmiah baru sebagai faktor yang
turut menyebabkan turbulensi pasar dan “pergeseran-pergeseran fase yang kacau”
dalam bisnis, yang bisa menimbukan krisis dalam organisasi yang harus ditangani
para pemimpin organisasi.
Fokus utama literatur tentang manajemen perubahan dalam
kurun waktu belakangan ini terletak pada sektor swasta dan, yang lebih penting,
orang-orang yang berupaya memimpin perubahan berskala organisasi dalam berbagai
organisasi (Kickert 2010; Branch, 2002). Tujuan perubahan organisasional adalah
menciptakan kemajuan cepay dalam nilai ekonomi, sementara pada saat yang
bersamaan membentuk sebuah organisasi yang orang-orangnya, budaya, struktur,
dan prosesnya dirancang sejalan dengan lingkungan dan misi yang ada, dan
ditempatkan agr perubahan yang mendesak menjadi diperlukan (Beer dan Nohria,
2000). Beckhard dan Harris (1987); Burke dan Trahant (2000); Bridges (1995)
menyoroti dua tahap perubahan: “(1) fundamental atau transformasional, yang
berfokus pada isu-isu “gambar besar” seperti kepemimpinan, strategi, misi,
budaya, lingkungan eksternal); dan (2) transisional atau transaksional yang
terpusat pada isu-isu operasional seperti sistem, praktek-praktek manajemen,
strukur, kebutuhan, motivasi, kesesuian pekerjaan dan iklim unit kerja.”
Greiner
(1998), Goleman (2000), Christensen dan Overdorf (2000). Adizes (1999),
Enriquez dan Goldberg (2000) dan Lawler et al. (2001) membahas empat komponen
utama manajemen perubahan: kerangka teoretis dan model-model yang menunjukkan
dan menuntun para pegawai organisasi dan filsafat para sarjana tentang
perubahan organisasi, unsur-unsur signifikan bagi manajemen perubahan yang
efektif, pendekatan dan peralatan, dan hasil serta konsekuensi proses perubahan
manajemen. Sebuah titik fundamental yang tercermin dalam literatur mereka
adalah kepemimpinan itu sangat vital dalam perubahan organisasional, dan
manajemen serta para pemimpin harus merajut perlengkapan dan keterampilan
mereka agar memenuhi persyaratan spesifik dalam mewujudkan perubahan
organisasional.
Di era global saat ini, tren bisnis berubah dengan cepat;
permintaan para konsumen mengalami peningkatan dan saat ini, lebih dari yang
sudah-sudah, peran kepemimpinan sangat krusial bagi perkembangan organisasi
(Abbas dan Asghar, 2010). Agar organisasi bisa berkembang dan maju, diperlukan
para pemimpin yang sangat terampil dalam memperkirakan sebelum
perubahan-perubahan yang akan terjadi, mendapatkan komitmen dari para pegawai
dan juga menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif bagi para pegawai untuk
memahami dan mengadopsi perubahan-perubahan yang datang (Abbad dan Asghar,
2010).
Oleh karena itu sangat penting bagi organisasi untuk
memiliki pemimpin yang memiliki pandangan ke depan dan mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan dalam lingkungan bisnisnya, dalam rangka
mengembangkan bisnis. Bass (1990) dan Burke dan Cooper (2004) menyatakan bahwa
hal tersebut fundamental sifatnya bagi efektivitas dan kelangsungan hidup
organisasi.
Sampai di sini bisa disimpulkan bahwa manajemen krisis
sudah menjadi sebuah aspek krusial perkembangan dan kesuksesan bisnis khususnya
di dunia masa kini, yang menjadi sangat dinamis dan lebih mudah dipengaruhi
krisis sebagai akibat globalisasi. Kepemimpinan memainkan peran utama dalam
manajemen krisis dan manajemen perubahan. Pada masa krisis, dibutuhkan adanya
para pemimpin organisasi yang bisa dirasakan kehadirannya di dalam dan di luar
organisasi mereka, karena hal ini menawarkan semacam stabilitas bagi situasi
dan organisasi. Di samping itu, pada masa krisis menjadi hal yang sangat
mendasar bagi para pemimpin untuk berkomunikasi dengan para pegawai organisasi
dan para pemangku kepentingan mengenai situasi yang ada. Selain itu, situasi
krisis mensyaratkan adanya para pemimpin yang tidak mengikuti norma dan mampu
merumuskan strategi-strategi untuk mengelola krisis dan memanfaatkan krisis
semacam itu untuk mewujudkan perubahan dan menumbuhkan organisasi – perubahan
organisasi yang sukses menghendaki sebuah gaya kepemimpinan dan keterlibatan
efektif partisipasi para pemangku kepentingan dan pegawai.
Penting bagi para pemimpin untuk memiliki sebuah visi
yang jelas tentang perubahan yang diperlukan dan membagi visi itu dengan para
pegawai karena untuk mewujudkan perubahan para pemimpin harus memahami bahwa
mereka juga harus mengelola budaya organisasi.
Telaah
atas artikel Leading in Crisis: Leading
Organizational Change & Business Development
Abtsraksi arikel ini cukup jelas tetapi tidak memenuhi
persyaratan lazim abstraksi artikel ilmiah yaitu Introduction, Methods, Result, Discussion. Abstraksi artikel ini justru berisi tujuan artikel
yaitu meninjau dan menelaah literatur mutakhir dalam manajemen krisis
organisasi, di samping mengevaluasi literatur tentang memimpin perubahan
organisasional dan menguraikan berbagai penjelasan dari literatur krisis
manajemen tentang bagaimana memimpin perubahan dan bagaimana perubahan itu
dikelola dalam organisasi. Bukan hanya tidak menyebutkan metode penelitian yang
digunakan, abstraksi artikel ini juga tidak menyinggung hasil dari usulan yang
disampaikan seperti bagaimana memimpin dan mengelola perubahan yang bertumpu
pada kemampuan para pemimpin untuk mempengaruhi para pengikut mereka untuk
bertindak secara luar biasa. Kendati demikian abstraksi yang singkat itu
memberikan kesimpulan yang jelas bahwa manajemen krisis menghendaki
kepemimpinan kuat yang mampu mendorong perkembangan bisnis, mewujudkan
perubahan, dan dengan demikian membentuk ulang organisasi sehubungan dengan
bagaimana bisnis dijalankan dan bagaimana pandangan para pemangku kepentingan (stakeholders) tentang hal itu dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam abstraksi juga disebutkan bahwa
artikel ini juga menyoroti bagaimana globalisasi mewujudkan perubahan dalam
lingkungan bisnis dan dalam organisasi. Selain itu makalah ini juga menyoroti
potensi-potensi yang ditawarkan krisis dalam mendorong pertumbuhan dan
perkembangan bagi organisasi.
Artikel yang ditulis oleh Dr. Evangelia Fragouli dan Bali
Idapo ini adalah tulisan yang berisi kajian terhadap literatur tentang
manajemen perubahan organisasi, kepemimpinan yang diperlukan dalam situasi
krisis agar sukses dalam mewujudkan perubahan organisasi dan menghasilkan
bisnis yang lebih baik, dengan demikian artikel ini adalah artikel teoretis.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini tidak disebutkan secara jelas
sebagaimana sudah disebutkan di atas, tetapi bisa dikatakan bahwa seperti
lazimnya tulisan teroretis tulisan ini adalah analisis atas berbagai pemikiran
yang dituangkan para ahli manajemen krisis dan perubahan organisasional. Sebagai
tulisan teoretis, artikel ini lebih banyak menekankan definisi dan
konseptualisasi pengetian seperti kepemimpinan, kepemimpinan transisional atau
transaksional, kepemimpinan karismatik, sehingga artikel ini memiliki kelemahan
tidak menyediakan langkah-langkah terperinci yang konkret bagaimana mewujudkan
perubahan organisasi dan kaitannya dengan perubahan perilaku pihak-pihak yang
berkepentingan. Walaupun hal ini bisa dimaklumi untuk sebuah artikel teoretis,
akan lebih baik sekiranya disebutkan contoh kasus tentang kesuksesan dari
langkah-langkah usulan yang diterapkan.
Artikel ini tampaknya masih memerlukan uraian lebih jauh
karena ia hanya membahas pentingnya kepemimpinan dalam menghadapi situasi
krisis yang kini sudah menjadi kelaziman dalam sebuah dunia yang mengalami
globalisasi. Di luar itu, artikel ini cukup memadai dengan berbagai definisi
tentang kepemimpinan, perubahan, globalisasi, dan krisis.
No comments:
Post a Comment