Kebutuhan yang selalu meningkat dan ketersediaan air yang potensial untuk dimanfaatkan
yang selalu tetap bisa berujung pada konflik. Sama seperti yang terjadi pada
semua komoditas langka yang diperlukan semua manusia. Sedangkan air adalah
kebutuhan pokok, sehingga kelangkaannya bisa memicu konflik bersenjata di
beberapa wilayah seperti yang terjadi antara sejumlah negara Arab melawan
Israel dan antara India vs Pakistan.
Pada tanggal 27 Mei 1977 sekelompok petani California
mendinamit sebuah talang yang menyalurkan air ke suatu distrik yang berdekatan.
“Perang air” lainnya dilakukan dengan bersenjatakan garpu rumput, senapan
penabur dan tinju. Pada tahun 1960-an persengketaan semacam itu timbul antara
Kansas dan Nebraska. Ada kekhawatiran jangan-jangan sumur-sumur untuk proyek
pengairan di Nebraska yang diusulkan akan menurunkan muka air dan mengganggu
aliran sungai yang menyediakan air bagi perladangan di Kansas.
Penyadapan airtanah secara semau-maunya memang dapat menimbulkan bencana. Ketika terlalu
banyak air disadap dari sebuah lapisan di bawah Lembah San Joaquin, California,
tanah yang terpecah-pecah oleh retakan yang dalam di tempat itu menurun
permukaannya sampai tujuh meter. Penyadapan air tanah yang berlebihan di suatu
bagian Arizona menurunkan muka air sampai 122 meter – dan 129.500 hektare tanah
pertanian hilang karena biaya pengairan menjadi terlalu mahal. Persediaan air
di beberapa bagian Texas benar-benar sudah habis.
Di negeri kita, kisah-kisah perebutan air semacam itu
juga lazim terdengar dalam skala kecil, biasanya terkait dengan perebutan jatah
air untuk mengairi sawah. Malam-malam mudah ditemui sorot lampu senter berjalan
membelah gelap gulita persawahan. Sorot lampu para petani yang menjaga aliran
air ke sawah mereka dari gangguan para petani lain yang saat itu tidak mendapat
jatah aliran air. Jika ada yang kedapatan sedang menjebol aliran irigasi ke
sawah seseorang tetapi saat itu gilirannya, biasanya pertengkaran pecah. Jika
amarah memuncak dan kekuatan seimbang, adakalanya cangkul berfungsi tidak
sebagaimana mestinya.
Tetapi belakangan konflik terkait air tidak lagi berskala
kecil melainkan melibatkan aksi protes massa dan kepentingan-kepentingan
korporasi besar seperti yang terhadap di Klaten. Klaten dikenal sebagai daerah
yang kaya akan sumber air, namun potensi tersebut baru mencuat sejak
diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah dengan mengizinkan sumber daya air
dikuasai oleh swasta asing dengan memberi izin operasi PT Tirta Investama demi
peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Namun, eksploitasi PT Tirta Investama
melalui sumur bor di sekitar mata air Sigedang dan Kapilaler telah mengurangi
jumlah air irigasi bagi lahan pertanian terutama di daerah hilir. Akibatnya
petani melakukan protes dan perlawanan. Masalah kekurangan air irigasi bagi
petani di sepanjang jaringan irigasi Kapilaler menjadi penyebab utama
terjadinya konflik. Pemaknaan petani terhadap kebijakan pemanfaatan sumber air
Sigedang (MoU) dan inkonsistensi PT Tirta Investama dalam implementasi MoU juga
menjadi faktor pemicu munculnya konflik. Konflik terjadi antara dua kelompok,
petani yang beraliansi dengan Kraked dan Pemerintah Kabupaten Klaten yang
beraliansi dengan PT Tirta Investama. Upaya penyelesaian yang dilakukan melalui
mediasi, dengan kesanggupan PT Tirta Investama mencairkan dana program sosial
sebesar 1 miliar, untuk sementara mampu meredam konflik. Akan tetapi
penyelesaian ini masih menyisakan konflik latent karena saat ini Pemkab telah
memberikan ijin peningkatan debit pengambilan air PT Tirta Investama.
Peningkatan debit ini menimbulkan kekhawatiran petani akan ketersediaan debit
air Sigedang di masa depan.
Konflik yang berhubungan dengan pemakaian air akhirnya
meluas melampaui kawasan pedesaan dan merambah perkotaan seiring dengan
perkembangan pembangunan industri pariwisata. Pada hari Rabu 3 September 2014
warga Miliran, Yogyakarta, kembali melancarkan protes terhadap manajemen Hotel
Fave di Jalan Kusumanegara Yogyakarta. Kali ini puluhan warga melakukan aksi
'pepe' atau berjemur diri di depan hotel tersebut. Aksi ini bukan aksi yang
pertama dilakukan warga. Sejak Agustus lalu warga sudah melakukan aksi protes.
Hal ini dilakukan karena sumur warga Miliran mengering setelah berdirinya hotel
tersebut. Mereka mengatakan bahwa sejak hotel Fave berdiri, banyak sumur milik
warga yang mengalami kekeringan. Padahal sebelumnya, meski kemarau panjang
sumur warga masih layak konsumsi.
Tiga kasus persengketaan karena air ini hanyalah setitik
dari banyak sekali problem yang timbul karena kelangkaan dan, akhirnya,
perebutan air. Khususnya air tanah, tipe air yang paling dibutuhkan manusia
dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber gambar: http://www.trekearth.com/gallery/South_America/Chile/Lakes_Region/Los_Lagos/Villarica/photo438348.htm
Bahan bacaan:
Dinar Wahyuni, Konflik Pemanfaatan Sumber Air Sigedang:
Studi di Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten, Tesis, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, 2007.
Luna B. Leopod,
Kenneth S. David dan para editor Pustaka Time-Life, Air, Tira Pustaka, Jakarta, 1983.
Republika Online, http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/14/09/03/nbbhw0-warga-aksi-pepe-protes-hotel-fave
No comments:
Post a Comment