Manusia tidak dapat hidup tanpa air, 65 persen tubuhnya
adalah air. Cairan ini meresapi semua jaringan manusia, mengisi kekosongan sel
dan lekuk pada tulang, serta mengalir melalui arteri dan vena. Tubuh manusia
memperoleh airnya dari beberapa sumber. Hanya sekitar 47 persen yang diperoleh
dengan cara minum. Sebanyak 14 persen di antara kebutuhan sehari-hari dibuat
oleh tubuh sendiri sebagai hasil sampingan proses kimia pernapasan sel. Lebih
kurang 39 persen lagi berasal dari apa yang kita anggap sebagai makanan padat.
Kebanyakan bahan makanan – sel hidup pada sayuran dan hewan yang dipelihara
untuk dikonsumsi – mengandung air setidak-tidaknya sebanyak yang dikandung oleh
sel manusia. Manusia akan segera mati jika kehilangan sedikitnya sekitar 15
persen saja air dari tubuhnya, dan hampir setiap organisme sangat tergantung pada
air sebanyak lebih dari 50 persen bobot tubuhnya. Dalam tubuh manusia air
adalah hal yang pokok untuk peredaran darah, penyingkiran bahan limbah, bahkan
untuk gerak otot. Tanpa itu mengejapkan mata pun manusia tidak akan sanggup.
Dalam banyak hal, kisah air adalah kisah kehidupan itu sendiri.
Peradaban besar awal manusia dibangun tidak jauh-jauh
dari air. Sudah menjadi kesepakatan umum di kalangan ilmuwan bahwa peradaban
manusia tertua yang memiliki bukti arkeologis adalah Sumeria yang berkembang di
sekitar Sungai Eufrat dan Tigris. Para siswa sekolah menengah tentu hafal
peradaban besar Harappa-Mohenjo Daro yang dibangun di tepi Sungai Indus.
Terusan Agung yang pernah merentang 1.600 kilometer menghubungkan Beijing
dengan Hangchow selama hampir 2.000 tahun berperan sangat besar dalam
menempatkan Cina sebagai salah satu peradaban besar dunia. Bangsa-bangsa maju
saat ini pun tidak lepas dari manfaat air dalam perkembangan mereka.
Penjelajahan, dan penaklukan serta penjarahan terhadap bangsa-bangsa yang didatangi,
dilakukan dengar menyeberangi tiga perempat bagian bumi yang digenangi air.
Begitu berlimpah, begitu luar biasa dan begitu pentingnya
air sehingga zat ini selalu membangkitkan rasa heran bercampur kagum. Manusia
sendiri adalah kantung air yang berpori, hanya sepertiga bobot tubuhnya saja
yang terdiri dari senyawa-senyawa lain. Air menyebabkan adanya samudra yang
menggelora, kabut dari rawa, gletser yang merayap, uap gunung api yang
keluarnya meledak-ledak, bola salju, serta uap air yang dapat dipusar di udara
oleh angin topan kecil.
Dalam hakikatnya yang biasa, air sungguh luar biasa. Air
ada di mana-mana. Dalam bentuk samudra, padang es, danau dan sungai, air
meliputi hampir tiga perempat permukaan bumi; semua perairan ini seluruhnya
berisi 1.350 juta kilometer kubik air. Di bawah tanah terdapat sekitar 8,3 juta
kilometer kubik air lagi dalam bentuk air tanah. Di dalam atmosfer bumi masih
ada lagi 12.900 kilometer kubik air, kebanyakan dalam bentuk uap. Kemungkinan
untuk melimpah ruahnya air ini sudah ada ketika bumi baru lahir, dan kebanyakan
ilmuwan yakin bahwa kehidupan mulai terbentuk dalam samudera purba di planet
ini. Air masih terus menunjang segala kehidupan – beberapa organisme yang
sangat sederhana dapat hidup tanpa udara, tetapi tidak ada yang dapat tumbuh
tanpa air.
Betapa pentingnya air bagi kehidupan manusia tergambar
dengan jelas dalam tubuh manusia itu sendiri. Ungkapan “air kehidupan”
sesungguhnya bukan sekadar ungkapan puitis. Kehidupan memang timbul dalam air
untuk memulai garis panjang evolusi yang menghubungkan binatang dan tumbuhan
sederhana, yang praktis tidak lain kecuali air, dan manusia yang dua pertiganya
adalah air. Sebelum kelahiran sebagian besar kehidupan dilewatkan dalam air,
yaitu dalam kantung selaput pelindung di rahim ibu, dan air mengalir dalam
badannya sampai saat dia meninggal. Manusia dapat hidup beberapa pekan tanpa
makanan; seorang fakir India dapat hidup 81 hari lamanya tanpa makan sedikit
pun. Tanpa air, manusia hanya dapat bertahan hidup paling lama 10 hari.
Sejak zaman dahulu kala, air membekali manusia dengan
sumber pangan dan jalan raya untuk ditempuhnya. Beberapa peradaban timbul di
mana air menjadi unsur terpenting dalam lingkungannya dan merupakan tantangan
terhadap kecerdikan manusia. Bangsa Mesir menciptakan penanggalan 365 hari
sebagai tanggapan atas banjir tahunan Sungai Nil. Bangsa Babilonia, yang
termasuk perancang undang-undang termasyhur pada zaman purba, menyusun berbagai
maklumat guna mengatur pemakaian air. Air mengilhami bangsa Cina untuk untuk
menggali terusan sepanjang 1.600 kilometer, sebuah sistem rumit yang sesudah
hampir 2.500 tahun sebagian masih digunakan dan masih menimbulkan rasa hormat
para insinyur. Sementara landasan perekonomian yang kuat negeri legendaris
Saba, pertanian, ditopang bendungan besar di Marib. Bendungan ini merupakan
pusat waduk dan sistem pembagian air yang mengubah gurun di sekitarnya menjadi
kebun yang memberi makan sebagian besar penduduk Timur Tengah. Tetapi pada
tahun 570, setelah dipakai selama 13 abad,
bendungan ini runtuh bersama keruntuhan peradaban yang ditunjang antara
lain oleh bendungan tersebut. Bisa dikatakan, tanpa air dan tanpa kemampuan
menguasai air, kehidupan manusia yang paling sederhana pun mustahil. Catatan
tentang manusia terhadap kenyataan ini merupakan sejarah besar peradaban.
Peradaban yang dimulai dari dan di sekitar air.
Hal lain yang menakjubkan dari air adalah perilakunya
yang tetap: seluruh persediaan air tidak bertambah dan tidak pula berkurang.
Orang yakin bahwa persedian air pada saat ini maupun 3.000 juta tahun yang lalu
hampir tepat sama. Air didaurkan kembali tak henti-hentinya dengan digunakan,
dibuang, dimurnikan dan digunakan kembali. Kentang yang dimakan semalam mungkin
telah direbus dengan air yang berabad-abad lalu merupakan air mandi Archimedes.
Mungkin gagasan menggunakan air yang sudah “terpakai” mula-mula menjijikkan
bagi suatu peradaban yang mementingkan kesehatan, namun pengetahuan bahwa dunia
tidak mungkin kehabisan persediaan zat yang vital ini seharusnya memberikan perasaan
aman.
Daur hidrologi (peredaran air di bumi) yang tiada akhir bisa
diuraikan sebagai berikut. Persediaan air yang sudah ada sejak semula di bumi
sekarang masih terpakai: hanya sedikit yang ditambahkan atau hilang dalam
ratusan juta tahun sejak awan pertama terbentuk dan hujan pertama turun. Air
yang itu-itu juga telah dipompakan berkali-kali dari samudra ke udara,
dijatuhkan ke tanah dan dipindahkan kembali ke laut. Proses ini – mekanisme
alamiah yang menguapkan air samudra, menyebarkannya ke setiap bagian bumi,
kemudian mengembalikannya ke laut – dikenal sebagai daur hidrologi. Pada setiap
saat, hanya sekitar 0,005 persen dari persediaan air seluruhnya bergerak
melalui daur ini; sedangkan sebagian besar air disimpan dalam samudra, dalam
keadaan beku dalam gletser, tertahan dalam danau atau terpendam di bawah tanah.
Di Amerika Serikat setets air menghabiskan waktu rata-rata 12 hari untuk
melalui udara, kemudian mungkin tinggal di dalam gletser selama 40 tahun, dalam
danau selama 100 tahun, atau di dalam tanah selama 200 sampai 10.000 tahun,
tergantung berapa lama air itu meresap. Namun demikian, akhirnya setiap tetes
air pasti bergerak melalui daur tadi. Daur hidrologi menggunakan lebih banyak
energi dalam sehari daripada energi yang pernah dibangkitkan manusia sepanjang
perjalanan sejarah. Tetapi mesin daur yang ditenagai oleh masukan yang datang
terus-menerus dari matahari ini mempunyai lebih banyak energi daripada yang
dapat digunakannya.
Sama seperti energi yang tak akan habis-habis, hanya
berubah bentuk, persediaan air memang abadi. Tetapi harus diingat bahwa
keabadian persediaan ini berlangsung dalam skala global, bukan hanya berlaku
untuk daerah tertentu. Maka kekhawatiran akan terjadi kekeringan atau
kekurangan pasokan air adalah sesuatu yang wajar. Apalagi yang sering dirasakan
kurang oleh manusia adalah air yang siap dipakai, bukan dalam bentuknya
sebagai, misalnya, bongkahan es di Kutub Selatan. Air yang siap dipakai inilah
yang sering menjadi pangkal perselisihan manusia di mana-mana.
Diolah dari Luna
B. Leopod, Kenneth S. David dan para editor Pustaka Time-Life, Air, Tira Pustaka, Jakarta, 1983.
Catatan:
·
Air adalah semua air yang terdapat
pada, di atas ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini
air permukaan, air tanah, air hujan
dan air laut yang berada di darat (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air [sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia pada
tanggal 18 Februari 2015 yang
kemudian memberlakukan kembali Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan).
·
Air adalah semua air yang terdapat di
dalam atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat di atas maupun di
bawah permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di
laut (Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan).
·
Air adalah semua air yang terdapat
pada, di atas ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini
air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang berada di darat
(Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Air
Tanah).
·
Sumber gambar https://en.wikipedia.org/wiki/Water
No comments:
Post a Comment