711 M. Tujuh
ribu prajurit Barber Afrika Utara menyeberangi selat menuju Spanyol dan
mendarat di dekat gunung karang. Karang itu mengabadikan nama panglima pasukan tersebut,
Tarik bin Ziad, hingga hari ini: Gibraltar, Jabal Tarik. Setelah menggulung
tentara Visigot, kekuasaan kaum Muslim selama delapan ratus tahun di Spanyol
dimulai. Hampir selama berkuasanya dinasti-dinasti Islam di semenanjung Iberia
ini orang Yahudi hidup dalam kurun yang dalam sejarah mereka disebut keemasan.
Benjamin Disreali memandang sejarah Yahudi masa Spanyol Islam penuh nostalgia.
Benjamin Disraeli |
Pergantian
bab-bab sejarah ada kalanya memang menakjubkan. Seorang pangeran Arab
pengembara datang ke sebuah negeri dan membangun sebuah dinasti yang nantinya
menyebarkan budaya Yunani kuno ke Eropa dan juga memajukan budaya itu dengan
menyokong penelitian-penelitian orisinal. Astrolob, alat kuno sederhana
navigasi, nantinya disempurnakan di Kordova dan dipakai para pelaut hingga
ditemukan sekstan pada abad kedelapan belas; geometri bidang datar dan bulatan ditemukan;
botani dan farmakologi menjadi sains; seorang ahli bedah Muslim bernama Abulcasis
nantinya menulis ensiklopedia kedokteran yang, dalam terjemahan bahasa Ibrani
dan Yunani, mempengaruhi ilmu kedokteran Eropa selama berabad-abad. Dan seorang
dokter Yahudi, memantulkan kebijaksanaan dan martabat cinta pada ilmu di hati
para khalifahnya, nantinya menyuburkan budaya Yahudi di Spanyol yang mengubah
watak Yudaisme selama-lamanya.
Pangeran
Arab pengembara itu adalah Abdur Rahman III, “Khalifah Umayah Murah Hati.”
Dokter Yahudi itu adalah Hasdai Ibn Shaprut. Secara umum di kebanyakan negeri
Islam hubungan antara kaum Muslimin dan Yahudi berjalan baik dan positif.
Hubungan itu memburuk sejak Israel berdiri. Berdirinya Israel juga mencabut
hak-hak sipil orang Yahudi di negara-negara Islam.
Spanyol
Islam runtuh pada tahun 1492 diganti oleh Spanyol Katolik di bawah Raja
Ferdinand dari Aragon dan Ratu Isabella dari Castille. Burung-burung bul-bul
kembali ke padang pasir di seberang selat, orang-orang Yahudi menyebar ke
Eropa.
Inilah
dunia Yunani, walaupun penduduknya berbahasa Prancis, Inggris, Jerman, dan
sedikit Latin. Negeri musuh Yahudi dalam perang peradaban Mediterania berlarut-larut.
Yunani adalah ancaman berhala yang paling menjijikkan dan paling ditakui orang
Yahudi. Bagi orang Yahudi, Yunani adalah Athena, Makedonia dan pemaksa
Hellenisasi. Sebuah gymnasium menjadi salah satu penyulut perang peradaban
selama dua puluh lima tahun antara Zeus versus YHWH.
Para
pemikir Eropa Pencerahan memandang
peradaban mereka menempuh jalan yang sesat saat terpengaruh oleh ide-ide Yahudi-Kristen
yang menodai Eropa dengan sistem pemikiran oriental. Manusia Eropa yang
dilahirkan kembali berkiblat ke Yunani dan Romawi kuno. Dunia kuno Cicero yang
membenci Yahudi menitis dalam kata-kata Voltaire, “Mereka, mereka semuanya,
dilahirkan dengan kefanatikan membara dalam hati, persis seperti orang Bretagne
dan Jerman dilahirkan dengan rambur pirang. Sedikit pun aku tidak akan terkejut
jika orang-orang ini suatu saat kelak akan menjadi ancaman maut bagi umat
manusia.” Walaupun menyukai tulisan para nabi dan narasi penggembalaan lima
kitab pertama Perjanjian Lama, Voltaire menganggap orang-orang Israel kuno
tidak punya cita rasa estetis, tidak tahu selera dan proporsi. Semuanya yang
ada dalam budaya Yahudi adalah pinjaman dari budaya lain, satu-satunya yang
orisinal dan khas Yahudi adalah sikap kepala batu mereka, takhayul mereka, dan
membungakan uang yang dikuduskan itu. Volatire menambahkan, “Tetapi mereka
tidak perlu dibakar hidup-hidup.”
Sudah ada
orang Yahudi yang menetap di Eropa sejak Romawi menguasai Palestina. Setelah
Alexander Severus dibunuh para pemberontak pada tahun 235 M sewaktu menyerbu
Jerman, Palestina dilanda perang antar berbagai legiun yang berebut pengaruh,
pajak yang tinggi ditarik Romawi untuk mengongkosi legiun-legiunnya. Banyak
orang Yahudi yang meninggalkan Palestina bergabung dengan komunitas-komunitas
Yahudi di berbagai tempat, salah satunya Roma. Bahkan ketika Julius Caessar dikebumikan,
komunitas Yahudi di Roma mengantar jenazahnya, sebab Caesar adalah sahabat
Yahudi di seluruh imperiumnya. Pada masa Romawi sudah ada orang Yahudi yang
menetap di Jerman. Pada tahun 888 M komunitas Yahudi sudah mendiami lembah
Moselle di Jerman.
Setelah
orang Arab menguasai Yerusalem,
orang-orang Yahudi tidak berselera tinggal di sana, bukan karena ditindas,
tetapi karena perekonomian tidak bagus dan menunggu Mesias. Perekonomian Prancis
sedang bagus, maka mengalirlah orang-orang Yahudi ke sana. Orang-orang Yahudi
dari Baghdad, Antiokhia, Damaskus, Afrika Utara, Spanyol, dan Italia
berdatangan ke Prancis di mana mereka bisa lebih kreatif daripada di
negeri-negeri aman namun tidak menggairahkan. Mereka datang dalam
kelompok-kelompok kecil atau sendirian.
Sekalipun
dianggap ada perang peradaban Israel versus Yunani kehidupan orang-orang Yahudi
di Eropa bukan tak tertanggungkan. Selama tiga abad sejak Jerman memeluk
Kristen dan Yahudi tiba di Prancis, mereka hidup sebagai tetangga, menggunakan
bahasa yang sama, berjual beli, memangku jabatan publik bersama-sama, saling
mengunjungi kediaman satu sama lain, menjalankan profesi yang sama, bahkan
sering punya nama yang sama. Orang Kristen dan Yahudi hanya berbeda dalam
keyakinan dan pengamalan agama mereka.
Dalam
rentang abad-abad yang panjang tidak sedikit Yahudi kaya raya. Pada tahun 1040
M, banyak orang Yahudi kaya yang mendiami Worms, lembah sungai Rhine di selatan
Mainz. Di sana ada sebuah yeshiva di mana anak-anak Yahudi Azkhenazi kaya
belajar. Bapak-bapak para pelajar itu adalah para saudagar, banyak di antara
mereka yang punya kapal. Para pedagang kaya Yahudi di Prancis leluasa keluar
masuk istana Kaisar Louis yang Saleh, bahkan kaisar ini masuk Yahudi. Ketika
Perang Salib pecah, para saudagar Yahudi leluasa menyeberangi perbatasan dua
dunia yang berperang, karena mereka bisa baca tulis, punya kontak dagang di
masing-masing dunia, Islam dan Kristen. Bahkan di kalangan Yahudi Jerman
generasi awal itu ada yang menjadi dokter. Tahun-tahun berikutnya, selalu ada
Yahudi kaya. Ada juga yang menjadi rentenir. Orang Kristen tidak boleh
membungakan pinjaman, sedangkan orang Yahudi boleh meminjamkan uang dengan
bunga asalkan bukan kepada orang Yahudi. Bukan pekerjaan terhormat memang, tetapi
lintah darat banyak dibutuhkan.
Di dunia
Eropa Pencerahan yang pagan itu orang-orang Yahudi memeluk keyakinan Pencerahan
sekokoh leluhur mereka meyakini perjanjian dengan YHWH. Orang-orang Yahudi kaya
bertebaran di istana-istana pangeran Katolik maupun Protestan di berbagai
negara bagian Jerman. Mereka bekerja bersama para bankir dan kontraktor
Kristen. Mereka mengadopsi tata krama dan busana orang Jerman. Mereka tinggal
di rumah-rumah mewah dan berhubungan erat dengan kaum ningrat Jerman berbudaya.
Kontak budaya kelas atas ini diikuti oleh kelas-kelas di bawah, orang Yahudi
mulai belajar bahasa negeri tempat tinggal mereka. Jembatan toleransi dibangun,
orang Yahudi mulai memandang orang Kristen bukan sebagai penyembah berhala
melainkan penganut iman yang seseuai untuk dunia goyim.
Memang
sering ada pertikaian, ada dakwaan yang berakar pada penyaliban Yesus, ada tudingan
penyebab wabah Kematian Hitam, ada perkara Dreyfus, ada provokasi Zionisme
Theodor Herzl, ada kemarahan terhadap hasutan Rosa Luxemburg yang semuanya tak
lepas dari keumuman hukum aksi-reaksi, namun sangat berlebihan jika
berabad-abad kehidupan orang-orang Yahudi di Eropa hanya diringkas menjadi:
menderita dan selalu dianiaya.
Bahwa banyak
korban Yahudi berjatuhan semasa Jerman Nazi, tak ada yang menyangkal itu.
Tetapi holocaust? Kata Roger Garaudy,
“Menggunakan istilah “holocaust” berarti kembali mengistimewakan orang Yahudi
dari seluruh korban Hitler yang jauh lebih banyak dalam perang yang menelan
korban enam puluh juta jiwa manusia, laki-laki dan perempuan. Di kalangan sipil
saja, tiga juta orang Polandia bukan Yahudi dimusnahkan, enam juta lebih orang
Slavia non-kombatan terbunuh. Apakah demi kepentingan sendiri orang-orang
Yahudi ingin dipisahkan dari seluruh korban serta mereka yang melawan Fasisme
Hitler? Mengapa kematian hanya bersifat “keramat” bagi sekelompok manusia saja?
Bacaan:
Chaim Potok, Wanderings: Chaim Potok’s History of The
Jews, Fawcet Crest, New York, 1980.
Roger Garaudy, Kasus Israel; Studi tentang Zionisme Politik
(diterjemahkan oleh Hasan Basari), Pustaka Firdaus, Jakarta, 1992.
Sumber gambar:
No comments:
Post a Comment