Sebetulnya apa kurang gaya kalau traveling disebut saja
sebagai perjalanan dalam bahasa Indonesia? Mungkin kurang bergaya dan ndeso memang, buktinya jarang lagi
terdengar orang menyebut biro perjalanan, yang sering disebut dengan penuh gaya
adalah travel agent. Ya traveling sajalah, biarkan bangsa ini
rusak dimulai dari bahasanya. Lagi pula kata travel, traveling, traveler itu menyulitkan hanya bagi
penerjemah yang harus menerjemahkannya menjadi melawat, perjalanan, musafir
sesuai konteksnya. Masa ya orang Yogyakarta yang pergi ke Jakarta pulang pergi
dengan pesawat disebut musafir? Walaupun menurut fikih ya memang begitu, tetapi
berapa gelintir orang saja hari ini yang mau merepotkan diri dengan fikih perjalanan? Tapi
lucu juga ya kalau ada istilah fikih traveling?
Soal diksi ini biarlah ditangani para editor, mereka dibayar untuk itu. Meski
imut.
Maka lakukanlah traveling
agar pengetahuan dan wawasan bertambah, kurang lebih begitu kata Mark Twain.
Mungkin. Pengetahuan saya tentang jalur Ngargoyoso
– Sine lumayan memadai untuk menyimpulkan bahwa di jalanan yang tak ada tukang
tambal bannya justru hampir tidak ada kemungkinan ban kita akan bocor. Tetapi
kalau yang dimaksud wawasan itu seperti “Travel
is fatal to prejudice, bigotry, and narrow-mindedness, and many of our people
need it sorely on these accounts. Broad, wholesome, charitable views of men and
things cannot be acquired by vegetating in one little corner of the earth all
one's lifetime” ya nggak juga. Saya pernah membaca tulisan seseorang yang
kolom agamanya mungkin traveling
membahas tentang kawasan Geylang di Singapura.
Ada kalimatnya yang mungkin akan membuat teman saya, yang menginjakkan kaki di
kantor Imigrasi saja tidak pernah, tertawa sampai pingsan, begini: “Anehnya, di
Geylang ada rumah makan halal.”
Teman saya itu mungkin tidak tahu bahwa di Geylang tak
hanya tersaji wisata seks murah tetapi juga banyak penginapan terjangkau di
negeri apa-apa mahal itu. Mungkin dia juga tidak tahu bahwa tidak semua backpackers berminat melepas hajat kelamin
di sana, banyak, sangat banyak yang cuma numpang tidur dan beristirahat. Tetapi
teman saya itu tahu pasti bahwa berzina seribu kali pun tidak menyebabkan
seseorang keluar dari Islam dan karenanya tidak boleh menyantap makanan halal. Traveling mengikis prasangka? Ah, nggak
jugalah. Itu tadi buktinya. Jadi bijak? Masa ya bijak kok menghakimi penjual
makanan halal di Geylang?
Kata Santo Agustinus dari Hippo, “Dunia ini adalah sebuah
buku, mereka yang tidak bepergian hanya membaca satu halaman.” Ya nggak gitu
jugalah, Romo. Bagaimana dong dengan “Buku adalah jendela dunia?” Kasihan
jugalah Immanuel Kant kalau diibaratkan cuma membaca sehalaman buku karena
seumur hidup tak pernah meninggalkan kota kelahirannya. Lagi pula kata Anna
Quindlen, “Books are the plane, and the
train, and the road. They are the destination, and the journey. They are home.”
Perjalanan itu hobi, bahwa hobi itu menghasilkan uang
seperti yang dilakukan Mark Smith dengan web site tentang seluk beluk kereta
api di seluruh penjuru bumi itu soal kreativitas dan, terutama, dedikasi. Bukan
semata-mata hobi bepergian itu sendiri kuncinya. Namanya juga hobi, kata Raden
Haji Oma Irama, “Rambut bisa sama, kulit bisa sama. Tapi hobi orang pasti
berlainan.” Bagi pecandu perjalanan, kegiatan orang memancing, apalagi di kolam
berbayar, sungguh tidak bisa dimengerti. Bagi si mancing-mania, orang yang gila
perjalanan itu gila beneran karena membuang-buang uang hanya untuk ketenangan
batin yang mudah didapat cukup dengan memancing di kolam berbayar dengan biaya tak
sampai Rp50.000 (untuk sewa kolam pemancingan sehari penuh, indomie telor, dan
rokok).
Jika perjalanan sudah bukan sekadar hobi tetapi panggilan
jiwa seperti meme di bawah, ya membujang sajalah. Atau maknai saja sebagaimana
maksud hadits “Hiduplan di dunia ini laksana seorang musafir.”
Travel is rebellion |
Agar perjalanan eh ... traveling bisa lebih beraroma intelektuil seperti slogan penggemar bridge “Sehari tanpa kartu otak serasa
buntu” mestinya dibuat dan diedarkan meme “Traveling membuat anda jadi genius”.
No comments:
Post a Comment