Pages

Tuesday, March 8, 2016

Naya



cerita sangat pendek

Dengan hati-hati dimasukkannya laptop Mac yang diperoleh dengan uang saku yang disisihkannya itu, tentu saja ditambah dengan meminta uang kepada mama, ke tempatnya di dalam ransel. Sebetulnya dengan setengah tabungannya saja dia bisa mendapatkan laptop bagus, tetapi sama seperti hape adalah iPhone baginya laptop adalah Mac.
Gadis berperawakan langsing dengan paras menawan lepas enam belas tahun itu membuka iBook begitu mobil mulai merayap pelan meninggalkan halaman rumahnya untuk merayap lagi di macetnya jalanan. Membetulkan letak kacamata yang tak berperan banyak dalam menegaskan sorot mata cerdasnya, dia membuka satu ebook dari ratusan ribu yang tersimpan miliknya. Ebook ke-70 sedang dibacanya sambil jemarinya memain-mainkan anak rambut saat sopir bertanya mau ke mana. Melepas mata dari layar diiringi seulas senyum dia menyebut nama sebuah toko buku, sopir mengiakan dengan santunnya.
Langit mendung memayungi langkahnya menapaki anak tangga masuk toko buku, beberapa lelaki menatapnya terpana. Bukan karena gelegak hasrat liar seumumnya lelaki, tetapi karena rindu mendalam pada sosok yang lama mendiami benak mereka. Bukan saja cantik berpembawaan elegan selaras posturnya, mereka takjub dengan atmosfer yang ditebar gadis yang begitu berbeda dari anak-anak SMA sebayanya.
Gadis bak titisan Dewi Anjani yang familier dengan Bagawat Gita hingga Kafka seperti itulah yang mestinya akan dipandangi penuh kagum para lelaki yang duduk menikmati kopi di ruang smoking area sebuah gerai makanan ringan waralaba Amerika sekiranya empat belas tahun silam bocah perempuan dua tahun di suatu panti asuhan dipungut oleh orang tua angkat penyayang yang lebih penuh kasih daripada ibu kandung yang tega membuangnya. Mungkin namanya Naya.
Sumber gambar:

No comments:

Post a Comment