Di kaki Gunung Gilboa, laskar Saul terpancing bertempur
dalam keadaan tidak siap oleh strategi Filistin hingga dibantai dengan mudah
oleh pasukan pemanah dan kereta perang. Tak lama menjelang tahun 1000 SM.
Laskar suku ditumpas. Yang selamat tercerai-berai dan pulang ke kota dan desa
Israel yang terkalahkan.
Hanya ada sepasukan laskar Israel berkekuatan enam ratus
orang di seluruh Kanaan, pasukan partikelir yang berkeliaran di selatan Yehuda.
Dipimpin oleh seorang buangan, Hapiru, namanya Daud. Bertahun-tahun dia diburu
Saul yang menuduhnya berkhianat pada yang diurapi YHWH.
Daud (alaihissalam)
dan anak-anak buahnya mencari nafkah dengan menawarkan perlindungan kepada
klan-klan Yehuda. Dia memperistri beberapa perempuan anggota klan-klan itu. Akhirnya
dia menawarkan diri sebagai vasal untuk Raja Akhis dari Gat. Dengan senang hati
raja Filistin itu menerima. Tidak ada cara lebih bagus memisahkan Yehuda dari
seluruh Israel selain merekrut salah satu prajurit terbaik Israel ke dalam
pasukannya—berikut empat ratus orang Israel lain, sebagian besar dari Yehuda!
Sang raja memberi Daud dan pasukan kecilnya kota Ziglak
di selatan untuk tempat tinggal dan pangkalan. Tugas Daud adalah menjaga
perbatasan selatan Filistin dari serbuan klan Yehuda dan menjarah Amalek
sementara pasukan Filistin sibuk dengan urusan yang lebih serius menghadapi
bala tentara Saul.
Lebih dari setahun Daud menjalankan tugas dengan senang
hati dan cerdik. Dia menyerang orang-orang Amalek, dengan demikian melindungi
Filistin dan klan Yehuda. Tidak hanya membagi rampasan perang dengan Akhis dari
Gat, dia juga membaginya dengan keluarga-keluarga terpandang Yehuda.
Mendengar kematian Saul dia mengumpulkan pasukannya,
istri-istri dan anak-anaknya serta harta kekayaannya, lalu, tentu dengan restu
penguasa Filistinnya, menuju Hebron, kota utama suku Yehuda. Di sana dia
mendirikan kemah, menunggu.
Berbagai perundingan dilakukan antara Daud dan para tetua
utara. Akhirnya, pada suatu hari, para tetua mendatangi Daud di Hebron dan
mereka mengangkat Daud sebagai raja seluruh Israel.
Membawa pengawal pribadinya orang-orang Kreta dan
Filistin, Daud menetap di Yerusalem di tengah-tengah orang Yebus. Daud
mempercayakan komando sepertiga tentaranya kepada orang Filistin, Ittai dari
Gat. Tidak berusaha meyahudikan Kanaan, dia justru menciptakan sebuah negara
multibangsa yang mencakupi rakyat dari berbagai agama dan asal usul. Nenek Daud
dari garis ibu, Rut, adalah orang Moab. Ketika berada dalam kesulitan dia
mempercayakan anggota keluarganya di bawah naungan Raja Moab. Dari seorang
perempuan Hitit dia memperoleh seorang putra bernama Salomo (disebut Sulaiman alaihissalam oleh kaum Muslimin),
penggantinya sebagai raja yang mengembangkan lebih jauh watak multibangsa
negaranya. Andaikan konstitusi Israel yang menentukan bahwa yang dimaksud
Yahudi—otomatis warga negara Israel dan bagi yang bersangkutan berlaku
undang-undang pemulangan—adalah orang yang beribu Yahudi itu berlaku surut para
raja besar ini mungkin menjadi warga kelas kambing.
Pada masa pemerintahan Salomo haikal terakhir Israel
periode para hakim dan para raja dibangun. Saat itu pula diciptakan semacam
sejarah naratif untuk memaknai dan menyampaikan dengan gamblang hubungan
berkesinambungan antara YHWH dan bangsa terpilihnya. Bangsa yang lahir dari
peristiwa bersejarah—keluaran dari Mesir. Pada masa kerajaan tunggal ini,
Israel kuno mulai merasakan ketunggalannya. Sebagian besar dari yang kini
dikenal sebagai Kitab Yosua dan Samuel ditulis pada masa ini, begitu pula kisah
naik tahtanya Salomo.
Tahun 589 SM, Nebukadnezar menyerbu Yehuda. Yerusalem
dikepung pada musim dingin 587 SM. Benteng kota tidak bisa dijebol, kondisi
dalam kota memburuk. Yerusalem terus bertahan. Yeremia tak henti-henti
menganjurkan agar menyerah saja, penyerbu Aram atau Kaldea baginya lebih baik
daripada sekutu Mesir. Dia lalu dipenjara. Wabah dan kelaparan menghimpit kota
pada musim panas 586 SM. Tembok jebol dan kota direbut tentara Babilonia pada
bulan Duzu, Juli. Sebulan kemudian Yerusalem dilalap si jago merah. Tembok kota
dirobohkan. Penduduk yang tersisa, kecuali yang miskin dan petani, dibawa ke
Babilonia. Yehuda berpenduduk sekitar dua ratus ribu orang. Sekitar dua puluh
ribu masih tinggal di Yehuda setelah deportasi itu. Sebelumnya, ribuan orang
sudah kabur ke Amon, Moab, Edom, Mesir, Tirus, Sidon, Asia Kecil.
Kawasan yang tak pernah sepi konflik: Levant |
Waktu berlalu,
pembuangan berakhir. Hampir semua yang dahulu datang di atas umur lima puluh
sudah meninggal. Anak-anak mereka, sebagian sudah sangat tua, menempuh
perjalanan dari jantung Mesopotamia Imperium Persia ke Yerusalem. Jumlah
pastinya tidak diketahui, mungkin ribuan. Sebagian besar sudah merasa nyaman
dan memilih tinggal di Babilonia saja.
Mereka yang memilih pergi menganggap perjalanan mereka
sebagai eksodus kedua. Mereka
menganggap diri sebagai satu-satunya bangsa Israel sejati dan membanggakan
kemurnian silsilah mereka, tidak punya hubungan dengan penduduk Kanaan. Sikap
permusuhan tumbuh dan kian mengakar antara mereka yang tinggal di negeri hancur
lebur dengan orang-orang yang ingin menuntut tanah itu kembali. Ada persoalan
yang lebih gawat lagi. Persis seperti kedatangan leluhur mereka dari Mesir
menimbulkan perang budaya dengan penduduk Kanaan, kedatangan mereka kali ini
sudah ditunggu perang yang sama melawan peradaban suku-suku yang mendiami
tepian utara tengah Mediterania—suku-suku yang membentuk desa-desa dan
negara-kota Yunani. Dimulailah perang peradaban Laut Tengah yang
berlarut-larut.
Karena pertempuran menyempit antara penyembah Zeus dan
YHWH, orang-orang Semit lain yang
pagan dan tidak terlalu rewel soal kemurnian silsilah dan murni-murni lainnya
berasimilasi dan berakulturasi dengan para penyerbu Kanaan sebelum masa itu dan
masa berikutnya.
Percampuran orang-orang yang mendiami Kanaan sejak lima
ribu tahun silam menghasilkan bangsa Palestina, yang namanya dipungut dari
prajurit pengembara dari Kreta itu. Dengan demikian bangsa Palestina tidak
berasal dari bangsa Arab saja. Orang Arab baru masuk ke Palestina pada abad
ke-7 Masehi, itu pun tidak dalam jumlah sangat besar. Mengislamkan sebagian
terbesar penduduk Palestina, termasuk Bani Israel, bangsa Arab lalu membaur
dengan masyarakat setempat dan menyebarkan bahasa yang mereka bawa. Kedatangan
mereka ke Palestina lebih merupakan fenomena kultural ketimbang etnis.
Yerusalem menyerah pada tahun 683 M. (Helena, ibu Kaisar
Konstantin, pernah mengunjungi kota itu pada pada tahun 326 M. Kuil Venus
dihancurkan selama kunjungannya, kota itu diubah dari Aelia Capitolina pagan
menjadi sebuah Yerusalem Kristen. Orang-orang Yahudi tetap tidak diperbolehkan
masuk ke kota kecuali pada hari kesembilan bulan Av.) Seorang khalifah tua
melangkahkan kaki menyusuri jalanan, mengunjungi tempat-tempat suci. Jenggotnya
tidak dipangkas dan bajunya lusuh. Utusan Yahudi menemui sang khalifah untuk
minta izin tinggal bagi dua ratus Yahudi di Yerusalem. Patriark Bizantium
keberatan, tetapi Khalifah Umar mengizinkan tujuh puluh keluarga Yahudi menetap
di dalam kota. Mereka diizinkan membangun sebuah sinagoga dan sekolah. Mereka
menghuni wilayah di sebelah barat daya haikal. Tidak banyak orang Yahudi yang
tinggal di Palestina, sebagian besar sudah tersebar di berbagai negara.
Walaupun Islam menolak klaim Yahudi sebagai bangsa
pilihan, dan Islam menguniversalkan monoteisme yang bisa dianut bangsa mana
saja, secara umum hubungan orang
Islam dan Yahudi positif hingga berdirinya negera Israel.
Rujukan:
Chaim Potok,
Wanderings: Chaim Potok’s History of The
Jews, Fawcet Crest, New York, 1980.
Mochtar Pabotinggi,
Islam: Antara Visi, Tradisi dan Hegemoni
Bukan-Muslim, Yayasan Obor Indonesia, 1986.
Sumber peta:
No comments:
Post a Comment