Dari ketinggian pesawat tampak asap hutan terbakar di
Pulau Sumatra. Bukan pemandangan untuk dinikmati. Sebentar kemudian pesawat
mendarat di bandar udara KLIA2 tepat pada waktunya mengakhiri dua jam
penerbangan dari Yogyakarta. Di bandara ini berjajar pesawat-pesawat yang
sebagian terbesarnya adalah Air Asia. Memang di sinilah rumah Air Asia.
Turun dari pesawat, para penumpang harus berjalan cukup
jauh untuk keluar, tentunya setelah menyelesaikan proses keimigrasian. Sore
itu, pukul 15.30 waktu Malaysia (pukul 14.30 WIB), antrean di loket pemeriksaan
paspor imigrasi Malaysia panjang mengular. Beberapa orang diminta masuk ke
ruangan lain karena urusannya panjang. Petugas perempuan menanyakan ke mana
tujuan saya, saya jawab ke KL Sentral. “Encik mau ke mana?” Saya bilang mau ke mau
Hat Yai dan melanjutkan perjalanan ke Saigon. Dia bertanya lagi, “Bila sampai Saigon?”
Begitu percakapan ringan ini usai, dan sidik jari saya diambil, dia menyerahkan
paspor saya. Sikap dan air mukanya tidak sedingin petugas kita di bandara
Yogyakarta. Mungkin karena kami sama-sama punya nama depan Noor. Hehe ...
Selesai urusan cap paspor dan pemeriksaan barang bawaan,
saya menyusuri bandara penuh toko dan restoran layaknya mal itu untuk mencari
tempat salat (musala) yang lazim disebut surau di Tanah Malaya. Tidak sulit
menemukan surau, karena tanda-tanda di bandara KLIA2 ini semuanya serba jelas.
Yang sulit adalah menemukan orang salat berjamaah. Saya pikir kebiasaan salat
sendiri-sendiri meski ada banyak orang hanya lumrah di Indonesia. Ketika
melihat ada yang mengumandangkan iqamah saya jajari orang itu untuk menjadi
makmum. Orang itu agak kaget sambil berucap, kurang lebih, “Nah, begitu.”
Usai salat jamak qasar ta’khir dzuhur dan asar saya
mencari angkutan ke KL Sentral. Begitu bertemu boks penjualan tiket angkutan
umum keluar bandara, saya tanya tiket ke KL Sentral, petugasnya menjawab, “25
ringgit”, mahal, setara dengan sekitar Rp78.700. Tiket KLIA Ekspres, kereta
komuter cepat yang hanya berhenti di KLIA dan langsung melesat ke KL Sentral.
Sebetulnya ada bus yang jauh lebih murah, tetapi dalam perjalanan kali ini
sejauh memungkinkan saya mengutamakan kereta api. Petugas yang menjual tiket
tampaknya memprioritaskan harga termahal, sebab selain KLIA Eskpres ada juga
KLIA Transit untuk mencapai KL Sentral dari KLIA2. KLIA Transit menempuh jalur
persis sama dengan KLIA Ekspres, bedanya ia berhenti di setiap stasiun.
Salah satu stasiun antara KLIA2 dan KL Sentral |
Sebelum membeli tiket kita harus mengambil nomor antrean
terlebih dahulu di gerai sebelum deretan loket pemesanan tiket. Lalu para
pembeli dipanggil ke loket yang sudah ditentukan.
Loket-loket tiket Kereta Tanah Melayu di KL Sentral |
Benar kata penulis sebuah blog bahwa selain dengan pemesanan
online, tiket bisa didapat langsung (on
the spot). Saya mendapat tiket ke Hat Yai seharga 58 MYR (sekitar Rp182.600)
untuk kereta Express Peninsular yang akan berangkat pukul 00:30.
Tiket Express Peninsular Kuala Lumpur - Hat Yai |
Ada waktu sekitar tujuh jam sebelum kereta api ke Hat Yai
berangkat, saya gunakan saja waktu selama itu untuk mencari warnet yang kata seseorang
dalam blognya dekat dengan KL Sentral. Saya ikuti petunjuk penulis blog itu untuk
menemukan warnet (internet cafe) di dekat hostel Central Lodge. Begini bunyi
arahannya: “Ikuti saja para penumpang yang turun di di KL Sentral, traffic light pertama nyebrang, maju dikit. Di Jalan Abdulsamad,
Tun Sambathan 4 ada Central Lodge, di
sebelahnya ada warnet.” Gampang. Masalahnya ada banyak penumpang yang turun di
KL Sentral yang menyeberang di JPO (Jembatan Penyeberangan Orang) di Mal KL
Sentral, mengikuti petunjuk di blog tersebut, sesampai di perempatan lampu
merah saya menyeberang dan maju dikit. Tetapi tidak ada apa-apa selain jalanan
penuh lalu lintas dan trotoar yang sepi sehabis hujan. Saya melangkah terus
berharap di antara gedung-gedung tinggi yang terlihat itulah warnet yang saya
cari berada. Makin sepi saja jalanan, hanya ada kendaraan melesat tanpa jeda.
Akhirnya saya belok kanan dan sampailah saya di kawasan Little India. Setelah
berputar-putar di kawasan Little India Brickfield hingga lutut serasa mau
copot, saya singgah di 7 Eleven untuk membeli Coca Cola. Melepas penat,
saya minum di depan mini market itu sambil melihat-lihat keadaan sekitar. Nah,
ternyata hostel Central Lodge itu berada di seberang jalan. Aduh, kenapa si
penulis blog tidak bilang saja, “Perempatan lampu merah belok ke selatan (atau
ke kanan dari arah KL Sentral), di seberang Sevel itulah Central Lodge berada,
ada warnet di sampingnya.” Tadi saya sudah melintas di kawasan ini saat adzan
maghrib berkumandang dan saya makan di rumah makan Al Husen. Saya makan nasi
lemak seharga 8 MYR (sekitar 25.000 rupiah, kemahalan kata teman mengobrol saya di KL Sentral, di sekitar
stasiun paling cuma 2 MYR atau 6000-an rupiah). Dan warnet itu sudah tidak ada.
Maklumlah, blog yang saya baca itu
ditulis dua atau tiga tahun silam. Yah, tak apalah, setidak-tidaknya saya
pernah menelusuri Little India tanpa sengaja. Haha.
Sekitar pukul sembilan malam saya kembali ke KL Sentral,
mencari surau dan menjamak ta’khir salat Maghrib dan Isya. Lalu duduk-duduk
saja di ruang tunggu KTM yang sama sekali tidak terkesan tempat menunggu
kereta. Cuma kursi berderet-deret di tengah kepungan toko-toko mal. Baru ketika
kereta yang dimaksud datang para penumpang dipanggil agar turun ke lantai bawah
melalui Gate A (atau B tergantung ke
mana tujuan Anda). Saya mencari steker (colokan) untuk mengecas hp, dan
mengobrol dengan seorang laki-laki muda warga Malaysia yang hendak pulang ke
Kuala Kangsar. Kami satu kereta ternyata, hanya saja dia mengambil gerbong
biasa sedangkan saya memesan gerbong sleeper.
Sabar menanti (KL Sentral) |
Di tengah kami mengobrol tiba-tiba terdengar pengumuman bahwa “Karena masalah
teknikal, kereta api Express Peninsular ....”. Intinya keberangkatan ditunda
pukul 03.00, bagi penumpang yang tidak bersedia melakukan perjalanan karena penundaan
ini, dipersilakan menukarkan tiket untuk diganti penuh sesuai harga. Tidak ada
gerutuan, apalagi teriakan, protes. Padahal penundaan semacam itu sangat jarang
(kata teman mengobrol saya yang saya lupa siapa namanya itu. Di Bangkok baru
saya tahu alasannya, di wilayah selatan Thailand ada perbaikan rel kereta api.)
Pukul 03.00 (kurang lebihnya) terdengar pengumumanan bahwa kereta tiba dan para
penumpang diminta turun ke peron melalui Gerbang A.
Rangkaian gerbong Express Peninsular tujuan Hat Yai |
Susah memang model stasiun begini untuk memotret
lokomotif, karena gerbong saya dekat dengan eskalator dan lokonya jauh di depan
sana. Saya menempati berth bawah nomor 38. Tak lama setelah karcis diperiksa
kondektur, saya tertidur.
Tempat tidur yang nyaman untuk perjalanan panjang |
Catatan:
- -
Keterangan
di blog (termasuk yang Anda baca ini) bisa berguna bisa juga tidak, bisa juga
keliru, para penulis blog masih manusia juga, yang punya banyak keterbatasan.
Kumpulkan informasi sebanyak mungkin dan, ini jauh lebih penting, banyak bertanya
di jalan.
- - Dari
KLIA2 ke KL Sentral tersedia berbagai moda transporasi, ada kereta api komuter,
bus bandara dan taksi. Yang paling murah (katanya) bus.
- - Di
KL Sentral terdapat stasiun MRT dan monorail untuk berkeliling Kuala Lumpur.
- -
Tiket
kereta api ke Thailand (via Butterworth atau langsung Padang Besar) bisa
dipesan secara online di situs KTM atau easybook. Saya sendiri beli di tempat,
tak punya kartu kredit soalnya.
- -
Colokan
listrik di Malaysia (seperti di Singapura) berkaki tiga.
- -
Ada
beberapa penginapan murah di selatan KL Sentral, Central Lodge adalah salah
satunya.
- - Jika
Anda perokok yang tidak tahan tak merokok terlalu lama, keluar saja ke tempat
penurunan penumpang taksi (terlihat dari ruang tunggu KTM), banyak orang mengerumuni
tempat sampah tahan karat untuk merokok. Jangan merokok di lain tempat itu.
Dendanya besar.
- -
Catatan sebelumnya: Menimbang Perjalanan, catatan berikutnya: Padang Besar.
No comments:
Post a Comment