Pages

Saturday, March 24, 2018

Surakarta atau Solo?


Perbedaan antara Solo dan Surakarta
Kalasan (Daerah Istimewa Yogyakarta) tampak dari udara.


Jika Anda membaca, buku misalnya, yang enak dibaca dengan uraian mengalir lancar dan gaya bahasa luwes, boleh jadi itu karena penulisnya (atau penerjemahnya) piawai. Tetapi, sesungguhnya, sangat boleh jadi editornya yang jempolan. Meski di negeri kita, apa boleh buat, profesi editor (penyunting) sering diremehkan dan dianggap tak lebih dari proofreader (pemeriksa aksara), sesungguhnya tugas editor (sungguhan) sangat berat.
Selain memastikan naskah yang sering ditulis atau diterjemahkan, karena satu dan banyak hal, secara buruk menjadi bagus lagi mudah dibaca, editor harus jeli menangkap sesuatu yang tampaknya biasa-biasa saja. Misalnya, Solo atau Surakarta? Yogya atau Jogja?
Ketika memeriksa suatu naskah terjemahan tentang kiprah seorang seniman yang aktif di Solo dan sesekali mengejar di ISI Surakarta, saya tidak mendapati penyebutan dua nama untuk satu kota itu sebagai sesuatu yang bermasalah. Namun, rekan editor saya mengirim email bertanya, “Mas, yang benar Solo atau Surakarta, sih?”
Saya balas begini, “Solo untuk penyebutan dalam percakapan sehari-hari. Surakarta untuk penyebutan resmi atau keperluan administrasi. Misalnya, aku dulu sekolah di Madrasah Aliyah Negeri Surakarta, tapi kalau ditanya kondektur turun mana aku jawab Solo. Atau begini, dia orang Solo dengan KTP Surakarta.”
Rekan sesama editor itu teman saya semasa kuliah di Yogyakarta dan kami pernah jalan-jalan di Solo suatu ketika. Sehingga saya berpikir, “Lah, kok nggak tahu ya gitu aja?”
Tetapi rekan saya itu punya jawaban tepat dan bagus, “Ya, kita tahu. Tapi bagaimana dengan orang-orang luar Jawa? Lagian terbitan ini kan bilingual, orang di luar Indonesia bisa menyangka seniman itu tinggal di Solo dan mengajar di Surakarta, dua kota yang berbeda.”
Iya juga ya. Dia benar. Akhirnya kami putuskan untuk memberi keterangan bahwa Solo dan Surakarta adalah kota yang sama. Solo adalah sebutan dalam komunikasi sehari-hari tak resmi, sedangkan Surakarta adalah nama resmi dan administratif Solo. Atau, “Di sela-sela kesibukannya, seniman tersohor itu menyempatkan diri mengajar di ISI Surakarta (Solo).
Begitulah. Benar bunyi ujaran yang populer di kalangan penyunting sedunia: “Four eyes better than two.” Tanpa diperiksa ulang oleh rekan sesama editor itu, naskah yang saya sunting tidak akan memberikan keterangan penting bahwa Solo dan Surakarta adalah satu kota yang sama. Sesuatu yang semua orang Surakarta dan sekitarnya pasti tahu, tetapi mereka yang tinggal di luar kawasan itu belum tentu.
Sedangkan mengenai Yogya atau Jogja. Saya memilih Yogya, atau resminya Yogyakarta, bukan Jogja. Nama asalnya dalam bahasa Jawa adalah Ngayogyakarta, bukan Ngajogjakarta. Itu saja. Tetapi itu hanya saya berlakukan untuk naskah yang saya urus. Kalau nama kota pusat kebudayaan Jawa itu di karcis bus atau kaca depan bus, ya masa kayak gitu diributin. Wkwkwkwk.

No comments:

Post a Comment