“Surya
tenggelam, lampu bus menuntun driver melahap tikungan-tikungan tajam dengan
manisnya. Suara lembut mesin berubah sedikit garang ketika driver menginjak
pedal gas karena jalanan menanjak tajam. Sangat menyenangkan melihat kepiawaian
kep Dodi menangani Scania kesayangan saya itu.”
Kurang lebih begitulah yang bisa saya rangkum dari
tulisan-tulisan di blog-blog para pencinta bus (bismania), utamanya bus malam
jarak jauh.
Totalitas kecintaan mereka mengagumkan. Mereka tahu betul
spesifikasi mesin, tekun dengan detail-detail per jam perjalanan mereka. Jam
sekian bus berangkat, jam berapa berpapasan dengan bus apa, menguraikan
kelebihan dan kekurangan bus (sering disebut armada) yang mereka tumpangi,
bahkan mengenal para pengemudi (yang mereka sebut kep, dugaan saya yang mereka
maksud adalah kapten). Seakan-akan hidup mereka isinya cuma naik bus, selain
itu cuma selingan.
Bahkan ada yang menampilkan foto-foto bus diawali dengan sepotong
pengantar, “Sebentar lagi musim liburan, yuk kita lihat bus-bus yang siap
mengantar kita ....” . Tetapi intinya adalah memajang gambar-gambar bus
kesayangan si pemilik blog.
Itu di dunia maya. Di dunia nyata saya sering bertemu
dengan orang-orang dengan kecintaan yang sama. Dalam perjalanan dari Kartasura
ke Jakarta, misalnya, penumpang di sebelah saya bercerita bahwa dia tidak mau
naik sarana transportasi lain. Bukan itu saja, kata bapak itu, “Nek mboten Raya mboten kula” (Kalau bukan
bus Raya, saya tidak mau). Bapak itu, dia hendak menengok cucunya di Jakarta,
mengatakan bahwa dirinya naik bus Raya sejak tiket Solo – Jakarta masih
Rp.10.000.
Lain waktu, kali ini dari Jakarta ke Kartasura, penumpang
di sebelah saya memuji-muji kehebatan bus Raya yang tertib. Katanya, pernah
suatu kali ada penumpang yang nekat merokok di bus yang ber-AC. Pengemudinya
menghentikan bus hingga sang penumpang mematikan rokoknya. Tidak seperti
bus-bus lain yang suka membatalkan trayek karena kekurangan penumpang, masih
kata rekan seperjalanan saya itu, Raya terkenal dengan kesungguhannya menjaga
citra. Tiga atau, bahkan, dua penumpang pun tetap berangkat tanpa mengoper
penumpang ke bus lain.
Sebetulnya saya lebih suka naik kereta api. Kalau naik
bus malam biasanya saya perlu waktu beberapa hari, setelah sampai rumah, tidur
berkepanjangan karena lelah. Tetapi saya malas ke stasiun Balapan, jadilah ke
terminal Kartasura saja diantar adik ipar saya. Dan, tentu saja, naik bus Raya.
Saya tidak tahu mengapa harus Raya. Mungkin karena citra itu tadi. Inilah
perusahaan otobus terbaik yang melayani trayek Solo (dan sekitarnya) –
Jakarta PP.
RAYA |
Harus saya akui, Raya memang jauh lebih baik dibanding,
berdasarkan pengalaman saya, Safari Dharma Raya yang selalu saya tumpangi
ketika saya tinggal di Parakan. Pilihan naik bus ini tidak berbeda dengan
alasan memilih bus Raya tadi. Berat kalau saya harus ke Yogyakarta dulu untuk
naik Taksaka. Lebih berat lagi kalau hendak memilih Air Asia. Soal ketertiban
tidak menaikkan penumpang di jalan, PO yang dulunya bernama OBL ini kalah jauh
dibanding Raya. Juga soal kenyamanan bus, mungkin andalan Raya menggunakan
Mercedez ada hubungannya dalam hal ini. Kabarnya sejak banyak Safari Dharma
Raya yang bernomor polisi bukan AA memang ada penurunan kualitas.
Bagaimanapun juga, bagi saya, Safari Dharma Raya tetap
yang terbaik untuk bus malam Jakarta – Yogyakarta, bahkan dibandingkan yang
tidak lewat Temanggung - Sukorejo – Weleri. Lagi pula bagi saya naik bus bukan
soal Scania, intercooler, MB sekian-sekian. Saya rasa Safari Dharma Raya
memberi saya pengalaman yang lebih manusiawi. Misalnya, sopir yang bercita-cita
memelihara ikan nila di kemudian hari. Keluhan tentang jalan yang, kata mereka,
memang sengaja selalu dibikin rusak karena itu proyek. Suatu kali, ketika
hendak turun, sopir Safari Dharma Raya mengatakan kepada saya, “Nek kepanggih
Gotro, salam nggih saking Pak Mardi” (Kalau bertemu Gotro, sampaikan salam dari
saya, Pak Mardi). Hahaha.
Safari Dharma Raya, d/h OBL |
Bismania tetap mengagumkan bagi saya. Saya kagum dengan
totalitas mereka. Berbahagialah para busmania sebab mempunyai hobi yang begitu
mereka cintai.
No comments:
Post a Comment