Semesta amat besar
dan luas yang batasnya tidak diketahui manusia ini sudah menjadi objek
penyelidikan dan rasa ingin tahu selama berabad-abad. Pertanyaan-pertanyaan
dalam benak tentang alam semetasta sangat banyak dan kompleks. Misalnya,
bagaimana alam semesta ini muncul? Berapa umurnya? Apakah ia ada asal mulanya
atau sudah ada dari dulu dan abadi?
Itulah sebagian
pertanyaan yang menjadi pangkal selisih paham di kalangan filsuf Muslim selama
ratusan tahun. Sementara bagi para filsuf ateis, mereka menyatakan bahwa alam
semesta tidak membutuhkan pencipta karena materinya abadi, selalu ada. Karena
itulah mereka menyandangkan bagi materi salah satu sifat Pencipta: kekal. Itu
pula sebabnya salah satu prinsip fisika mereka adalah “Materi tidak bisa
diciptakan tidak pula dihancurkan.”
Imam Ali Hamid al
Ghazali, rahimahullah (semoga Allah
merahmatinya), adalah orang pertama yang menyelesaikan problem semesta kuno
(abadi) dan menanggapi semua pertanyaan terkait interval kosong, yaitu sela
periode waktu antara keabadian dan penciptaan alam semesta. Imam Ghazali
mengatakan bahwa alam semesta mewujud dan bahwa waktu belum ada sebelum itu,
waktu dan ruang bermula setelah alam semesta karena waktu terjalin berkelindan
dengan gerak. Kita bayangkan seandainya segala sesuatu di alam semesta ini
berhenti bergerak maka waktu juga akan berhenti, dengan demikian tidak akan ada
waktu. Maka keliru menggagas eksistensi waktu sebelum penciptaan alam semesta.
Karena teori
relativitas mengindikasikan bahwa waktu adalah dimensi keempat, dengan demikian
merupakan sesuatu yang naluriah jika waktu mustahil ada di semesta di mana
dimensi-dimensi lain belum ada (koordinat dimensi xyz). Di sini kita tidak
bermaksud menyelami kerumitan filsafat, yang bisa jadi membosankan pembaca dan
tidak memberikan manfaat apa-apa. Yang kita inginkan adalah menunjuk teori
ilmiah lain tentang kelahiran alam semestas dan bagaimana ia menjadi mapan,
menggunakan bukti-bukti ilmiah bahwa alam semesta memiliki permulaan dan ia
bermula beberapa miliar tahun lampau.
Alam Semesta: antara stasioner dan
gerak
Dalam kenyataan,
penemuan manusia atas fenomena radiasi adalah pukulan telak pertama bagi teori
kekekalan materi. Sepanjang matahari dan semua bintang lain menyala dan
memancarkan radiasi, maka pasti ada sebuah permulaan. Sekiranya mereka ada dari
kekekalan maka bahan bakar mereka pasti sudah habis miliaran tahun lampau.
Meski begitu, para ilmuan ateis sengaja mengabaikan fakta ini dan terus
mempertahankan pendapat mereka bahwa alam semesta adalah kekal dan tidak
memerlukan pencipta.
Teori keadaan
tetap, yang diterima di kalangan ilmiah pada pertengahan abad kedua puluh,
menyatakan bahwa alam semesta diam di tempat dan tak terbatas secara waktu
maupun spasial. Inilah satu contoh teori asal mula alam semesta, yang berfungsi
sebagai sebuah referensi yang bisa diterima (bagi teori modern) atau
setidak-tidaknya tidak menegasikan sebagian besar klaim penting mereka –
kekekalan materi.
Meski begitu,
fisika menyodorkan sarana-sarana penting untuk mengetahui beberapa
karakteristik benda-benda langit dan bintang. Pada tahun 1913 Vesto Melvin
Slipher, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa beberapa benda yang tadinya
disangka debu kosmis sedang menjauhi kita dengan kecepatan seribu delapan ratus
kilometer per detik. Penemuan ini adalah kejutan besar bagi para ilmuwan. Benda-benda
itu ternyata adalah galaksi-galaksi yang jauh dari kita. Oleh sebab itu Edwin
Hubble pada tahun 1929 menerbitkan hukum terkenalnya: “Galaksi-galaksi menjauhi
kita dengan kecepatan yang berbanding lurus dengan jarak mereka dari kita.”
Kemudian menjadi
jelas bahwa galaksi-galaksi tidak hanya menjauh dari kita, mereka juga menjadi
semakin jauh satu sama lain. Dan ini artinya alam semesta terus mengembang
secara ajek sesuai dengan firman Allah:
“Dan langit itu
Kami bangun dengan kekuatan. Sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.”
(Surat Adz Dzaariyaat: 47).
Sup Primordial
Karena alam
semesta terus-menerus mengembang, andai kita memutar mundur film (tentang
sejarahnya) pasti akan kita dapati seluruh alam semesta ini di masa lalu
terpusat pada satu titik sederhana yang di kalangan ilmuwan dikenal dengan
sebutan Atom Primordial atau Sup Primordial. Ilmuwan-ilmuwan lain berpendapat
bahwa ukuran titik itu setara dengan sebuah nol (0) dan massanya tak terbatas.
Ini adalah cara lain mengatakan bahwa alam semesta berasal dari ketiadaan
karena itulah arti ukurannya setara dengan sebuah nol.
Bagaimanapun juga,
kekuasaan macam apa yang mampu melontarkan seratus miliar galaksi dengan
kecepatan sedahsyat itu, menempatkan satu galaksi sangat jauh dari galaksi
lain, yang dengan demikian membangun sebuah semesta ekspansif semacam itu?
Tidak mungkin bahwa kekuatan itu adalah tarikan gravitasional atau gaya tolak
antara muatan sejenis. Tarikan gravitasi adalah daya yang menarik benda-benda
langit menuju sebuah pusat dan tidak melontarkan mereka keluar. Begitu pula
dengan gaya tarik antara muatan sejenis, ia terlalu lemah untuk menggerakkan
skenario ini. Mengingat perimbangan muatan (antara positif dan negatif) di alam
semesta, daya macam itu nyaris tak ada antara benda-benda langit.
Oleh karena itu,
sebuah ledakan dahsyat mesti terjadi pada saat kelahiran alam semesta dan
itulah yang menyebabkan mengembangnya alam semesta. Para ilmuwan menamakan
ledakan dahsyat ini “Dentuman Besar” (Big Bang). Setelah beberapa revisi atas
teori “Dentuman Besar”, secara ringkas bunyi aktual teori ini adalah: “Sebuah
ledakan dahsyat terjadi pada Atom Primordial ini yang berisi seluruh material
dan energi yang terdapat di semesta saat ini. Pada saat pertama ledakan besar,
suhunya naik menjadi beberapa triliun derajat ketika bagian-bagian atom
(neutron, proton dan elektron) terbentuk dan ini semua membentuk atom-atom.
Atom-atom ini membentuk debu kosmis yang nantinya memunculkan galaksi-galaksi.”
Kapan terjadinya ledakan Semesta?
Kapan “Dentuman
Besar” itu terjadi? Saat pastinya belum ditetapkan. Namun, jika kita ingat
bahwa Hoyle memperkirakan untuk satu juta tahun cahaya diperlukan kecepatan
15,3 kilometer per detik, kita dapatkan angka dua puluh miliar tahun. Tetapi
tidak boleh kita lupakan bahwa kecepatan ekspansi alam semesta dan penjarakan
galaksi-galaksi tidak konstan. Pembuatan jarak itu lebih cepat di masa lalu.
Oleh karena itu sejarah alam semesta setidak-tidaknya lebih dari lima belas
miliar tahun. Inilah pendapat yang paling kuat saat ini. Salah satu bukti teori
“Dentuman Besar” adalah adanya radiasi kosmis. Para ilmuwan mengatakan bahwa
sebuah ledakan seperti itu pasti meninggalkan radiasi. Radiasi itu terdeteksi
ketika NASA meluncurkan sebuah satelit buatan ke angkasa pada tahun 1989 untuk
memastika keberadaan radiasi tersebut. Satelit itu dilengkapi dengan peranti
sensor modern. Hanya delapan menit yang diperlukan oleh satelit itu untuk
mendeteksi radiasi tersebut dan mengukurnya.
Bukti lain yang
mendukung teori ini ini jumlah relatif gas hidrogen dan helium di alam semesta
yang sesuai perkiraan (kelimpahan relatif) menurut teori ini. Jika semesta itu
kekal (sudah ada sejak kekekalan) maka semua hidrogennya akan terbakar dan
menjadi helium.
Dilema pendukung keberadaan kekal (alam
semesta)
Pentingnya teori
“Dentuman Besar” tidak terbatas pada berbagai bidang sains dan astronomi saja;
teori ini juga melucuti senjata, atau kita sebut saja dalih, para filsud dan
ilmuwan ateis yang mereka andalkan karena teori ini mengakhiri mitos kekekalan
materi dan semesta.
Teori ini membikin
gerah beberapa ilmuwan dan filsuf ateis. Misalnya, filsuf ateis Anthony Phillip
mengatakan: “Mereka katakan: Kesadaran bermanfaat bagi manusia dari perspektif piskologis
dan saya akan mendasarakn pendapat saya pada kesadaran. Contoh “Dentuman Besar”
adalah sesuatu yang memalukan bagi para pemikir bebas karena sains membenarkan
sebuah ide yang dipertahankan kitab suci agama-agama ... ide bahwa semesta memiliki
sebuah permulaan.” Ilmuwan Denis Zikmor (salah satu pendukung paling gigih
teori semesta tidak berkembang stasioner) mengatakan: “Saya tidak membela teori
semesta stasioner karena teori itu benar tetapi karena saya berharap itu benar.
Bagaimanapun juga, setelah pengumpulan bukti-bukti, menjadi jelas bagi kita
bahwa saat bersenang-senang sudah berakhir dan harus sepenuhnya meninggalkan
sepenuhnya teori tentang semesta tidak berkembang stasioner ini.”
Selain fakta bahwa
materi diciptakan dan tidak kekal dan bahwa semesta ada permulannya teori
Dentuman Besar menunjukkan keberadaan Pencipta, dan semesta diciptakan oleh
Pencipta. Sifat “Dentuman Besar” ini menambahkan bukti lain bahwa semesta
diciptakan menurut ukuran-ukuran yang tepat dan dengan tatanan memukau. Ini
karena suatu ledakan selalu merusak, menghancurkan, mencerai-beraikan dan
menyebar materi. Bagaimanapun juga, ketika kita mengamati suatu ledakan dengan
kedahsyatan dan guncangan semacam itu menghasilkan formasi dan konstruksi
sebuah semesta yang teratur sempurna, di balik itu pasti ada Tangan Perkasa,
Pengetahuan, Desain dan perkiraan luar biasa akurat yang lebih besar dari apa
pun. Inilah yang dimaksud ilmuwan Inggris terkemuka Fred Hoyle ketika
mengatakan: “Teori Dentuman Besar memberi tahu kita bahwa alam semesta berasal
dari sebuah ledakan besar dan kita semua mengeri bahwa setiap ledakan
meremukkan dan menyebar materi tanpa keteraturan. Tetapi ledakan besar ini
menghasilkan yang sebaliknya, ia menyebar materi dalam cara yang tertata. Ia memperlakukan
materi dalam cara yang diliputi misteri, mengatur materi untuk membentuk
galaksi.”
Kecepatan ekspansi alam semesta
Salah satu misteri
paling signifikan “Dentuman Besar” ini adalah luar biasa pentingnya kecepatan
ekspansi yang diberikannya kepada alam semesta setelah ledakan. Inilah yang
dimaksud ilmuwan ternama Inggris Bill Davis ketika mengatakan, “Berbagai
perhitungan menunjukkan bw laju rekspanse alam semesta tak terkatakan
pentingna. Jika semesta mengembang dengan laju sedikit lebih lambat dari
kecepatannya sekarang, semesta pasti akan runtuh ke dalam karena kekuatan gaya
tarik gravitasi. Dan jika laju ekspansinya sedikit lebih besar dari kecepatan
aktualnya, tentunya materi alam semesta akan tersebar dan alam semesta hancur. Sekiranya
kecepatan ekspansi berbeda dari kecepatannya yang diketahui sebanyak satu dalam
1018 bagian, itu saja sudah cukup untuk mengganggu ekuilibrium yang
diperlukan, Karena itulah “Dentuman Besar” bukan sebuah ledakan normal
melainkan sebuah aktivitas yang diperhitungkan dan diatur dengan sangat cermat
di semua bidang.
Apa yang bisa kita
tarik dari semua uraian dan fakta ilmiah ini? Davis menjelaskan kesimpulan tak
terelakkan dan tak terbantahkan dari semua bukti itu: “Sangat sulit menyangkal
bahwa suatu kekuatan masuk akal yang cerdas memunculkan alam semesta ini yang
bergantung (untuk stabilitasnya) pada perhitungan yang jelas dibuat dengan
cermat. Tentu saja variasi-variasi ekstrem dalam nilai-nilai bilangan yang
teramati (dari berbagai parameter) dan hal-hal terkait dengan ekuilibrium alam
semesta adalah bukti yang sangat kuat bagi keberasaan sebuah rancangan bagi
cakupan alam semesta.”
Sedangkan bagi
ahli fisika Stephen Hawking, ketika membicarakan dalam bukunya A Brief History of Time kecanggihan
manakjubkan kecepatan ekspansi alam semesta pada saat pertama ledakan dahsyat,
mengatakan: “Kecepatan ekspansi alam semesta begitu signifikan hingga andai
pada saat pertama ledakan kurang dari satu pecahan dan 1 bagian dalam 1018
bagian, maka alam semesta akan runtuh menimpa dirinya sendiri sebelum mencapai
luasnya saat ini.”
Begitulah cakupan
detail menakjubkan dalam mengatur ledakan “Dentuman Besar” dan rancangan
kecepatannya.
Kesimpulan akhir
yang dicapai astronom Amerika George Greenstein dalam bukunya Symbiotic Universe adalah: “Semakin kita
memeriksa bukti-bukti dengan cermat makin sering kita menghadapi kenyataan itu
sendiri, bahwa ada kekuatan cerdas di luar alam yang camput tangan dalam
permulaan alam semesta.”
“Berkata
rasul-rasul mereka: ‘Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, pencipta langit
dan Bumi? ...” (Surat Ibrahim: 10).
(Aurakhaan Muhammad Ali/Istanbul)